Posts

Showing posts from 2014

Senja Melankolis

Image
Halo! Pasca menulis tentang datangnya Raef ke Bandung tempo hari, saya vakum dari aktivitas menulis, blogging terutama. Well yeah, sibuk- alasan yang non-sense sekali ya? Hehe. Skip ya. Kali ini saya didera virus narsis dan sedikit ingin berbagi tentang Senja Melankolis. Hehe. Apa itu Senja Melankolis?  Mari-mari lanjutkan bacanya, ya! 

The Path : Cerita Meet and Greet Raef di Rabbani

Image
Oh well, ketika benar-benar punya ide (lagi) untuk menulis, kenapa harus memotret momen yang sudah saya tunggu sejak lama ini? Yeap! Siapa tahu Raef? Mungkin nggak banyak, karena Raef di Indonesia mulai gencar dikenal mulai tahun 2014 ini. Kalaupun ada yang "mengenal" dua atau tiga tahun sebelum dia booming maka itu tak banyak. Saya sendiri "menemukan" pelantun musik positif asal Amerika itu saat berselancar di Youtube. Di tahun 2011-an, dia mendaur ulang beberapa lagu hits yang diubah liriknya hingga bernafas Islami. Sebagai contoh, dia mendaur ulang lagu Jason Mraz, I'm Yours menjadi (Rabbee) I'm Yours . Coba deh googling! 

Finding Islam : Menjadi Agen Islam di Perjalanan

Image
Judul buku : Finding Islam - Selalu Ada Cahaya di Setiap Perjalanan Penulis   : Iin Mutia, dkk. Penerbit : QultumMedia Tanggal terbit : September 2014 Tebal     : 230 halaman Harga    : Rp 53.000,-

10 Buku Ini...

Image
Saya bukan pembaca hebat. Saya mengumpulkan (tak seberapa) banyak buku dan dari jumlah itu, baru sedikit yang sudah tuntas dibaca. Apa daya, saya adalah jenis manusia pemilih buku, jadi bacaan saya memang tidak rupa-rupa jenisnya, dari penulis yang juga tidak aneka rupa. :D Hehe, iya, karena saya memang cenderung setia pada penulis tertentu dan tidak ingin coba-coba dengan penulis yang masih asing namanya. Setelah sebelumnya mendapati kiriman di wall facebook saya dari (katanya) tukang manjat gunung yang suka baca yang menulis 10 buku enak versi dia di sini , saya kebagian tugas nyebarin virus serupa. Tak apalah, mumpung ide menulis tak kunjung datang, jadi here it is ... 10 buku yang saya rekomendasikan untuk para pembaca sekalian yang budiman, disusun secara acak yaa..

Dari Balik Jendela Ini, Saya Akan Terbang!

Image
Hampir 7 tahun ini, deru pesawat yang lepas landas itu terekam di memori saya. Tujuh tahun lalu, saya menempati sebuah kamar kontrakan kecil di lantai dua sebuah rumah tua, dekat Pasopati Bandung. Dan untuk pertama kalinya, saya melihat pesawat terbang ukuran besar (memang ukurannya segitu kan ya?) dengan mata saya sendiri. Saya sampai hapal jadwalnya. Setiap pukul enam pagi, saya bisa menikmati pesawat itu melintas lewat jendela kamar saya. Ah, I wish I could fly with that plane! Begitu kira-kira ujaran saya dalam hati, setiap pagi.

Menapak Masjid Baitul Ihsan

Hari sudah ditutup ketika aku sampai di Masjid Baitul Ihsan yang terletak di komplek Bank Indonesia, Jakarta. Bersama beberapa rekan dari Ikatan Mahasiswa Muslim Psikologi Indonesia (IMAMUPSI), akhirnya aku bisa menjejak masjid yang beberapa hari sebelumnya baru kuketahui lewat jasa internet. Masjid ini cukup besar untuk ukuran masjid kantor. Sebenarnya, ada beberapa masjid kantor juga yang pernah kusambangi dan memang cukup besar juga, yakni Masjid Habiburahman di komplek PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Masjid An-Nuur di PT Inti, serta Masjid An-Nuur di komplek PT Biofarma, Bandung. Ketiga masjid ini terbuka juga untuk umum.

Jihad Iqro di BBC

Tadi malam, saya terlibat obrolan dengan salah satu sahabat yang termasuk laskar assabiqunal awwaluun -nya Bintang Book Corner (BBC) Indramayu. Awalnya obrolan ringan tentang kondisi di BBC akhir-akhir ini. Ya tentang suka-dukanya mengelola BBC yang baru seumur jagung pendiriannya dan baru tiga pekan beraktivitas untuk umum. Yang menarik dari obrolan kami adalah ketika (sebutlah) Mba Yen berbagi hasil diskusinya dengan salah seorang guru di Indramayu. Hmm, kira-kira begini hasil diskusi mereka:

Ketika Dolly Ditutup

Akhirnya, deklarasi penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak berhasil dilaksanakan tadi malam (18/06). Seperti kebanyakan hal di dunia ini, maka deklarasi tersebut tidak menghentikan gelombang pro-kontra yang menyertainya sejak inisiatif penutupan Dolly dikemukakan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Pro dan kontra ibarat dua sisi mata uang. Bagaimana mengurainya? Saya sendiri tidak punya jawaban, karena begitulah adanya hidup.

Metamorfosis

Saya masih harus menempuh 50an KM perjalanan lagi hingga sampai di muka rumahnya yang sederhana. Lagi-lagi saya bertindak tanpa banyak perhitungan dan hanya mengandalkan hati (semoga bukan nafsu semata, aamiin). Saya sedang menikmati lagi jalanan Pantura yang pagi itu lengang. Elf yang saya naiki juga tak memuat banyak penumpang dan Pak Supir dengan santai mengendarai elf, tak seperti kebanyakan elf Indramayu-Patrol lainnya yang  bertindak seperti raja di jalanan Pantura yang ramai. Saya jadi bisa menikmati keping-keping ingatan saya dua atau tiga tahun lalu di jalanan ini sambil sesekali menengok ke telepon selular.

Melahirkan BBC

Image
Ini bukan tulisan kejar target mengingat target blogging saya bulan ini harus melampaui aktivitas blogging saya bulan lalu yang hanya berisi 5 postingan. Bukan seperti itu. Ini lebih pada.. hmm, apa ya? Curahan hati mengingat pikiran saya akhir-akhir melayang ke beberapa hal dan berujung mentok pada BBC sebagai muara segala benang-benang kusut pikiran. Setidaknya, di BBC ada sebuah kamar imajiner yang siap saya isi dengan banyak pertanyaan, kemudian pertanyaan itu dilempar kembali pada saya untuk saya jawab. Seperti ada satu cermin besar tempat saya bisa berdialog dengan diri saya sendiri.

Surat tentang Rasa Damai Itu

Pernahkah engkau merasai damai, hingga engkau tak tahu ia mengajak satu keping hatimu pergi? Aku baru saja memikirkanmu di beberapa waktu terakhir ini Pak. Tentang banyak hal yang tak bisa kita nikmati bersama dan seringkali tentang impianku yang tak bisa kau saksikan. Aku bukan anak yang bisa memenuhi janji atau benar katamu dulu, aku tak punya gairah untuk mewujudkan apa-apa yang menjadi impianku. Kurasa, kata-katamu dulu itu ada benarnya. Ah, andai hikmah itu sesuatu yang bisa langsung kita baca, tentu kita semua menjadi manusia yang bijaksana!

Monokrom

Image
Di sini, semuanya mendadak menjadi monokrom; hitam dan putih. Atau di antara keduanya; kelabu. Matahari sudah bergeser ke barat beberapa derajat dari titik tengahnya ketika saya dan teman-teman turun dari elf. Perjalanan dari Terminal Pariuk Aweh di Kabupaten Lebak- Banten, menuju Terminal Ciboleger kami tempuh dalam waktu satu jam, cukup untuk istirahat menyimpan energi. Akhirnya kami sampai di Ciboleger siang itu (29/03), terlambat satu jam dari perkiraan semula. Ciboleger adalah terminal terakhir menuju perkampungan Suku Baduy. Semacam entry point sebelum memulai perjalanan sepanjang 13 kilometer dengan berjalan kaki. Di sinilah tempat segala sesuatunya dimulai dan dicek kembali.

Yang Ditelan Waktu

Image
Kau sudah seperti sinyal operator seluler yang tiba-tiba hilang! Di perjalanan kita yang terakhir saat menuju perkampungan Baduy, kau berulang kali mengajakku bicara hingga aku lupa akan rasa lelah yang menggelayuti kakiku. Katamu, aku aneh lantaran di pertemuan kita yang pertama, aku langsung berkata, kalian yang tinggal di sini beruntung sekali. Padahal kita belum saling mengenal nama. Waktu itu aku yang lebih banyak bicara. Kau diam saja. Mungkin mendengarkan, atau bahkan mungkin mengacuhkan aku, orang asing yang aneh itu.

Seba Baduy : Hening Di Antara Hiruk Pikuk

Image
Selepas Magrib, aku dan temanku, Yehan, berjalan kaki dari Ciceri menuju Alun-Alun Serang. Butuh sekitar 20 menit untuk meniti trotoar menuju Alun-Alun. Ada banyak hal yang bisa ditemui ketika kita memutuskan untuk berjalan kaki ketimbang menggunakan kendaraan. Seperti yang kutangkap sewaktu menyusuri trotoar di Serang malam itu; udara malamnya yang pengap, tidak jauh berbeda dengan udara Serang di siang hari, trotoar yang berlubang di beberapa bagian juga helaan deru kendaraan bersahutan dengan klakson yang juga sering dibunyikan. Serang malam Minggu kemarin bagiku pengap dan bising.

Di Rawa-Rawa

Image
Sungguh, percayalah padaku. Bisa jadi, di dalam hutan belukar atau di rawa-rawa yang tak terurus, dahulunya pernah ada bangunan tempat orang-orang berbagi cerita atau juga cita-cita. gambar milik: www.henzr.blogspot.com It did happened. Suatu kali, kalau ada kesempatan, aku ingin mengajakmu menginap di tempatku. Kemudian di suatu pagi yang cerah, aku akan menemanimu menyusuri satu jalan yang ditumbuhi palem botol di salah satu sisinya. Jalan itu tak lebar, tapi juga tak sempit. Cukup untuk dua mobil ukuran sedang saling berjajar, dan satu becak yang menyempil di antara keduanya. Tak terlalu lebar, bukan? Tapi bukan tentang jalan itu yang ingin kuceritakan meski banyak kenangan yang ingin kupunguti lagi setiap melintas di atas aspalnya. Juga bukan tentang rumah yang duapuluh tiga tahun lalu pernah kuisi dengan cerita. Ini tentang sebuah rawa, dengan ilalang setinggi orang dewasa. Belasan tahun lalu, guruku mengajariku menulis di sana.

Bandung #1 : Ngaprak Cikapundung

Image
Well, tujuh tahun hidup di tanah dan dengan air bumi Priangan rasanya tak pantas kalau saya tak membuahkan satu tulisanpun tentang daerah yang konon semula merupakan danau purba ini. Dan meski beberapa tempat sudah dijelajahi, tapi saya tertarik untuk menulis tentang  eco adventure dulu, sebuah kegiatan sosial yang diprakarsai gerakan Earth Hour Bandung (@EHBdg) hari Minggu (23/03) lalu untuk mengenalkan Sungai Cikapundung ke generasi muda. Menarik? Tentu saja! No preparation. Satu-satunya persiapan saya hanyalah sandal crocs kuning, ransel dengan rupa-rupa isi (karena hendak mengerjakan tugas juga), kaos, sebotol air mineral dan dua potong odading hangat yang saya beli di Simpang Dago untuk menenangkan konser di perut. 

Angkringan Mas Jo, Antara Bisnis Kaki Lima dan Filosofi Bisnis

Image
Agak "wow" ya judul tulisan saya kali ini? Tenang, saya nggak akan nulis sesuatu yang berat bin serius. Sungguh. Kita ngobrol-ngobrol santai aja, seperti saya yang kemarin makan-makan santai di angkringan sampai lupa waktu. Angkringan Mas Jo adalah pelipur lara ketika kondisi dompet sedang memprihatinkan atau saat saya sedang kesepian. Saya tinggal datang ke Jalan Gelap Nyawang (Dekat MBA ITB) Bandung, masuk ke warung tenda dengan cahaya redup, duduk di depan gerobak yang penuh diisi rupa-rupa hidangan khas angkringan, lalu membiarkan para personel Angkringan Mas Jo mencandai dan mengajak saya mengobrol. Tuntas sudah urusan uang yang tinggal beberapa rupiah dan kesepian sudah berganti jadi tawa.

Am I a Backpacker or What?

Image
Hutan Kota Babakan Siliwangi yang teduh. Saya sedang berbincang dengan seorang kawan. Ini pertemuan kami yang pertama setelah hampir setahun hanya saling menyapa di dunia maya. "Eh, kenalin. Ini Intan, backpacker !" ia mengenalkan saya pada temannya. Saya terpaku lalu menyanggah. Namun ia melakukan lagi hal yang sama: mengenalkan saya pada teman-temannya sebagai backpacker . Am I a backpacker?

Cirebon #3 : Mengintip Keraton Kanoman

Image
Catatan ini adalah catatan ketiga atau the last chapter dari cerita jalan-jalan saya di Kota Udang, Cirebon. Sengaja ditulis dengan urutan terbalik, dimulai dari acara makan siang empal asem Amarta lalu cerita nostalgia di Sunyaragi dan sekarang, saya akan bertutur tentang salah satu keraton di Cirebon. Yang terjadi sesungguhnya adalah, saya mengunjungi Keraton Kanoman terlebih dahulu, berlanjut ke Gua Sunyaragi dan berakhir di Amarta. Sekali lagi, ini sengaja ditulis dengan urutan terbalik. :)

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi

Image
Perjalanan ini saya sebut sebagai perjalanan nostalgia. Setelah tidak mendapatkan tiket kereta untuk pulang ke Bandung dan terpaksa menginap semalam di rumah teman masa kuliah, akhirnya saya putuskan untuk menjelajah beberapa sisi Cirebon. Selain terkenal dengan Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Situs Makam Sunan Gunung Jati dan sentra batik Trusminya, Cirebon juga masih menyimpan kekayaan wisata yang lain. Saya harus me- recall ingatan ketika saya masih berusia lima tahun, ketika saya asik masuk dan keluar dari gua-gua : Tamansari Gua Sunyaragi. Ya, ke tempat inilah saya akan bernostalgia!

Cirebon #1 : Empal Asem, Cita Rasa Lain Kota Udang

Image
Siapa bilang kalau kuliner Cirebon hanya terbatas pada empal gentong, nasi jamblang dan nasi lengko? A big NO kalau daerah yang dikenal sebagai Kota Udang ini hanya memiliki menu kuliner yang saya sebutkan di atas tadi. Pernah dengar empal asem dan docang? Dua menu itu adalah pilihan lain yang bisa dinikmati para pelancong ketika singgah di Cirebon! Nah, yang akan saya ulas kali ini adalah empal asem.

Bali #9 : Pulang

Image
Another summer day has come and gone away in Paris and Rome but I wanna go home Mmmmmmmm May be surrounded by a million people I still feel all alone I just wanna go home Oh, I miss you, you know - Home, a song by Michael Buble Pulang. Malam itu, selepas menikmati Bedugul, Tanah Lot dan Kuta, aku menangis. Aku ingin cepat-cepat pulang ke Bandung. So melancholic! Sudah kurapikan semua barang-barangku di kamar ini. Aku tinggal mengangkutnya. Tapi langit masih gelap bahkan belum sampai bagian pertengahannya. Kepulanganku masih 17 jam lagi dan itu bukan waktu yang sebentar.

Bali #8 : Lucky!

Agak sulit traveling ke Bali kalau kamu bukan bikers ! Ini yang terjadi padaku. Informasi yang kudapat dari Pak Gde (Pak De), penjaga hotel, dari tempatku menginap menuju ke Kuta butuh waktu kurang lebih 1 jam. Itu kalau naik angkutan umum. Pertama harus naik bemo (angkot) dari Terminal Ubung, lalu menyambung naik bis ke Kuta. Repot. Jumlahnya terbatas pula. Jadi kucoret Kuta dari daftar tempat yang ingin kukunjungi di Bali. Itu artinya, kucoret pula impian memotret lembayung senja di Kuta untuk kuhadiahkan pada teman yang suka sekali lagu Lembayung Bali-nya Saras Dewi. 

Bali #7 : Studying

Dipikirnya aku ini sedang bertualang. Iya, aku ini sedang bertualang mendalami ilmu! Semoga berkah, semoga berkah. Aamiin. Tak banyak yang tahu kalau aku sedang di Bali. Dan hanya sedikit yang tahu apa sebenarnya tujuanku datang ke Pulau Dewata. Seminar dan workshop ke-psikologi-an bertebaran di Bandung sana. Tema yang diangkat tak jauh dari tema-tema industri, perkembangan atau pendidikan. Jarang ada yang mengangkat tema sosial. Nah, begitu tahu ada seminar dan workshop bertema sosial di Bali, kualihkan impianku yang semula hendak berlibur ria di Makassar ke Bali, untuk belajar dan tentu memenuhi persyaratan akademikku. So, untuk urusan inilah aku di Bali sekarang.

Bali #6 : Tragedy!

Halo, Bali! Universitas Dhyana Pura, tempat acara Seminar dan Workshop Psikologi Forensik, letaknya lebih dari 3 kilometer dari hotel tempatku menginap. Terletak di Jalan Padang Luwih, Dalung-Kabupaten Badung. Kampusnya kecil dibanding kampusku di Bandung. Jauh-jauh aku kemari hanya untuk menghilangkan huruf 'n' dari kata Ba(n)dung. Kalimat barusan tak usah dianggap serius. Hehe. Acara seminar dan presentasi paper di kelasku sudah selesai pukul 16.00 WITA. Langit cukup cerah jadi kuputuskan untuk berjalan kaki pulang ke hotel. Tak kuhiraukan ujaran Pak Gde, supir ojekku yang memintaku menghubunginya kalau acara selesai agar ia bisa menjemput. Tiga kilometer? Ah, dahulupun aku sering berjalan kaki pulang dari sekolah yang jaraknya hampir 3 kilometer dari rumah.

Bali #5 : It's Just the Beginning

Voila! Bali! Why people talk about Bali too much? Kenapa Bali jadi the most popular place bagi para traveler ? Bahkan di TripAdvisor, Bali jadi tempat yang paling dilongok wisatawan di web traveling itu? Sayangnya aku tiba malam hari di Pelabuhan Gilimanuk dan masih harus menempuh perjalanan selama 3 atau 4 jam lagi menuju jantung-nya Bali. Yang kulihat sepanjang perjalanan hanyalah pepohonan, mobil-mobil besar yang menuju pelabuhan, dan beberapa rumah yang kemudian diselingi lagi dengan pepohonan. Gelap. Hujan turun rintik-rintik di luar sana. Sampai di sini, aku belum memutuskan akan turun di mana.

Bali #4 : Sampai

Oke, oke. Aku tahu kau mulai tak sabar. Tapi sungguh perjalanan ini memang lama sekali. Aku tak bisa lagi mengingat berapa kali kulirik jam tangan, jam pada ponsel, juga menghitung waktu yang sudah kulewati dengan sepuluh jemari tanganku. Monyet-monyet berdiri mematung ketika bis melewati tepian Taman Nasional Baluran. Mereka mengharap para pelintas bisa membagi sedikit makanan. Pemandangan monyet-monyet di Baluran sudah terlewat beberapa jam lalu.

Bali #3 : Subuh

Image
Aku tidur karena mengantuk, tapi terbangun berkali-kali. Berganti posisi dari kaki yang menjulur, bersila, dan menenggelamkan wajahku di antara lipatan kaki. Semua kulakukan agar perjalananku ini nyaman. Kota-kota sudah terlewati; Pekalongan, Batang, Semarang. Malam makin gelap di luar sana, sudah masuk bagian sepertiga akhir. Bis Kramatdjati melintasi Masjid Agung Demak. Waktu subuh masih satu jam lagi dan aku kembali tidur, memeluk ranselku yang gemuk. Sayup-sayup kudengar lagu dari pemutar musik ponselku,  Di ujung malam, di antara lelap dan sadar mulailah sekarang menarilah bersamaku... Sunyi ini merdu seketika sunyi ini merdu seketika sunyi ini merdu seketika... - Di Ujung Malam, oleh Payung Teduh

Bali #2 : Perkenalan

Aku mengantuk tapi rasa lapar lebih kuat godaannya. Pukul 21.00 WIB. Kota Cirebon sudah tak terlihat lagi. Bis Kramatdjati jurusan Bandung-Bali yang kunaiki sudah memasuki Tegal, kota yang terkenal dengan budaya nge-teh nya. Kota yang juga terkenal dengan warung nasi "waralaba" yang tersebar hampir di seluruh sudut Indonesia, yang sangat akrab dengan kondisi kantong mahasiswa macam aku. Langit saat itu cerah. Aku memandang ke arah tepian jalan dari balik kaca jendela. Rumah-rumah mulai redup cahayanya. Penghuninya sudah mulai melepas lelah di dalam sana. Aku menguap, namun lapar masih membayangi. Tak cukup satu-dua keping biskuit gandum berlapis cokelat menenteramkan gemuruh gendang dalam perutku. Ia butuh lebih dari sekedar penahan lapar. Bis bergerak perlahan lalu berbelok masuk ke halaman sebuah tempat makan yang luas. Kernet bis berteriak mengingatkan untuk membawa serta kupon yang menempel di tiket. Kupon itu ajaib. Satu potong kupon bisa ditukar dengan sepiring na

Bali #1 : Gentar

Siapa bilang aku tak gentar menghadapi petualangan kali ini? Hey world, I’m sick of thinking how I have to face this very long journey! Tapi sudahlah. Aku sudah duduk manis di kursi tunggu pool bis Karamatdjati. Menanti detik-detik yang terasa begitu lama berganti. Pukul 13.15 nanti, aku akan memulai perjalanan panjang Bandung-Bali. Ah, bicara soal Bali, aku memang menyimpan impian di salah satu sudutnya; Ubud. Meski saat ini, Tuhan hanya mengizinkanku sampai di Badung, atau mungkin juga Kuta. Mungkin. Kita lihat saja bagaimana takdir menggiringku di Bali nanti.

Menjadi Relawan

Image
Volunteering is not a job, it is a dedication. It is not about how much money you can collect, it is about how you make others smiling or even laughing. Agak sulit mencari orang yang bersedia melakukan aktivitas sukarela belakangan ini. Apalagi dengan titel pendidikan yang turut nangkring di belakang nama seseorang, seperti secara otomatis menjadi barometer baru atas sistem besaran pengupahan. Tidak ada yang salah memang. Sayapun tak berusaha menyudutkan. Sama sekali tidak. Namun seperti yang juga kita tahu, banyak hal di luar sana, yang bisa kita lihat dengan mata -tanpa perlu alat khusus untuk memperjelasnya- yang menuntut kita untuk melakukan sesuatu tanpa upah.

Ed dan Erupsi Kelud

Cerita Ed kepada saya pagi tadi begitu menarik. Ed, dengan peluh yang masih bersisa selepas jogging di Balai Kota, menemui saya yang duduk di undakan tangga. "Lu nggak pake masker?" "Agak males pake. Lagian masker bikin saya susah nafas." "Tapi abu Kelud katanya bahaya lo, bentuknya runcing. Tajem. Nanti kamu bisa kena infeksi saluran nafas." "Kamu juga nggak pake." "Kenapa ketawa?" "Hehe, nggak apa-apa." "Such a weird..."

Senyum Adik-Adik Cibeureum : Hadiah Kecil dari Tuhan

Image
Apa yang lebih melapangkan hati, selain melihat tawa renyah anak-anak?   Pagi yang masih diselimuti mendung. Gerimis kecil mengiringi perjalananku dari Kramatwatu menuju Kampung Ciloang, meeting point sebelum keluarga Komunitas Relawan Banten (KRB), KSR Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Relawan Fesbuk Banten News dan keluarga Rumah Dunia bergerak menuju Kampung Cibeureum, Cikande, Tangerang. Aku akan mengikuti aktivitas mereka hari itu; bermain bersama adik-adik di Kampung Cibeureum. Anak-anak, bagaimanapun keadaannya tentu harus difasilitasi untuk bermain dan belajar. Bukankah seharusnya seperti itu? Pengondisian pengelompokkan adik-adik oleh relawan Di warung yang letaknya hanya sepelemparan batu dari Rumah Dunia, Pak Koelit Ketjil memandu briefing terakhir sebelum kami bergerak ke Cibeureum. Ada hal-hal yang harus kuperhatikan di kali pertamaku bergabung dalam program trauma healing KRB. Perlulah kiranya kusampaikan apa yang beliau katakan. Selfie, untuk beberapa

Hadiah di Pagi Hari

Image
Serang masih digelayuti sisa hujan semalam. Kalau tak ingat pagi ini aku harus bekerja, maka sudah kurebahkan lagi tubuhku di kamar Anis yang hangat.  Kami berdua duduk di sebuah bangku kayu panjang dekat dengan warung rokok kecil di depan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Aku menunggu bis Merak-Bandung. Anis menemaniku. Kami bicara tentang banyak hal hingga bis yang kutunggu tiba. Anis memberiku tas biru kecil yang sedari tadi digenggamnya sebelum aku melompat naik ke dalam bis. Katanya, itu untukku dan Mba Isti. Aku agak tak enak hati menerimanya. Pemberian itu terlalu istimewa.

Menyikapi Kabar

Ketika bangun pagi tadi, ada kabar yang tiba-tiba membuat mata saya utuh terbuka. Sebuah pesan masuk ke telepon seluler saya, sebuah peringatan untuk tidak berkunjung ke Cilegon. Dalam pesan tersebut, katanya pantai di Karangantu Serang surut sampai 1 kilometer. Dan yang membuat pagi saya terasa tak enak adalah, kejadian itu dihubungkan dengan tsunami Aceh. Ya, Serang katanya akan dilanda tsunami. Tak jelas dikatakan seperti itu, namun saya membaca gelagat kalau broadcast message itu tepat mengarah ke sana. Hello?  Somebody please tell me the truth!

Ed dan Soal Berat Badan

Sebentar, gue haus. Gue minta tehnya, ya! Eh, udah sampai mana kita tadi? Oya, lagi-lagi tentang cewek.  Satu yang mesti lu tau tentang cewek. Ups, lu pastinya lebih banyak tau tentang cewek daripada gue. Tapi nggak ada salahnya juga sih kalau gue ngomong apa yang sebenernya lu udah tau. Cewek, suka berlebihan kalau ngeliat jarum timbangan bergerak agak condong ke kanan. Bener nggak sih? Rata-rata temen cewek gue, selalu bereaksi macem teriak kalau sadar angka di timbangan itu representasi kondisi badannnya. Sebagian langsung denial- menyangkal kalau badannya makin tumbuh ke samping. Mereka bilang, timbangannya harus dikalibrasi ulang. Sebagian lagi langsung bikin program diet ala OCD atau pola karbo-protein atau  food combining ala Erick Karlebang. Asal jangan sampe bulimia nervosa atau anorexia nervosa aja sih menurut gue mah. Lu tau kan, banyak selebriti yang terjebak eating disorder? Kita hidup sejaman sama Mary Kate Olsen, bintang yang dulu melejit di serial Full House (kej

Melipat Celebes

Hey kawan hey teman semua yang mendengarkan ungkapkan rasa cinta dalam pelukan bulatkan tekad untuk raih mimpi bertepi sesegar kopi hangat temani warnai pagi mentari senja tetap bersinar di ufuk barat mari kita susun rencana kedepan kita melesat cepat jangan terhambat oleh rasa ragu tambahkan sedikit susu tuk aroma kopi yang baru Hei kau jadikanlah dirimu seperti yang kau mau Hei kau ekspresikanlah dirimu seperti yang kau mau

Bukan Perpisahan

"Bandung is not a place. It's a feeling." Ridwan Kamil, Walikota Bandung Saya tidak benar-benar tahu apa yang Tuhan gariskan. Namun tampaknya, saya memang sudah harus hengkang dari kota yang hampir 7 tahun ini menina-bobokan saya lewat udaranya yang dingin. Suatu hari, seorang kawan bertanya, "kenapa Teteh bosen di Bandung? Saya malah pingin tinggal di Bandung!" Saya tersenyum saja, tak mampu menjawab karena saya tidak betul-betul punya alasan yang bisa saya ungkapkan dengan gamblang.

Ed dan Obrolan di Angkot

Nyatanya, di dalem angkutan kota yang bahasa kerennya adalah angkot, gue bisa ngerasa begitu malu.  Dua orang cewek yang gue yakin umurnya beberapa tahun di atas gue, masuk ke dalam angkot yang gue naikin. Jelas udah nggak ada tanda-tanda yang bisa ngeyakinin gue kalau mereka adalah mahasiswa macem gue. Kayaknya mereka itu pekerja. Yang pertama rambutnya lurus sebahu sementara yang kedua pakai kerudung. Gue duduk berhadapan dengan mereka yang asyik ngobrol tanpa tahu kalau gue lagi merhatiin mereka.

Serang : Dari Alun-Alun Menuju Kampung Ciloang

Aku mencari-cari sosok itu. Ya, sosok yang biasa menggunakan celana jeans dan kemeja yang sedikit digulung bagian pergelangan tangannya. Sosok yang tak lepas dari ransel. Mataku mengitari komplek Alun-Alun Serang yang saat itu dipenuhi lapak-lapak pedagang dan beberapa arena bermain. Sepertinya malam tadi ada pasar malam di situ. Namun sosok itu tak juga kutemukan. Kakiku melangkah keluar, menuju arena olahraga yang masih termasuk ke dalam komplek Alun-Alun Serang. Tempat yang setahun lalu sempat kusinggahi dan disuguhi cerita tentang Banten juga Suku Baduy dari seorang bapak yang duduk di sisiku saat itu. Sayang, aku tak ingat menanyakan nama. Wajahnyapun sudah terhapus dari memori.

Ed dan Hati yang Patah

Image
Aku melihatnya hari ini. Ransel cokelat ia gantungkan di sebelah lengan. Kaos oblongnya agak kedodoran membalut perawakannya yang kurus. Hanya segaris senyum menyembul saat ia mulai menghampiriku.  *** Ngapain lu di sini? Nungguin gue ya? Hahaha. Muka lu ngingetin gue sama temen gue. Cewek. Temen sekelas gue. Dia lagi patah hati. Lu tau kayak apa rasanya? Hahaha.

Ed dan Sebuah Senyum

Image
Hei, kita ketemu lagi. Entah apa yang dimau Tuhan  sampe kita ketemu begini. Lu mau denger cerita apa? Sori, gue yakin lu cuma mau denger cerita gue kan? Terus lu tulis apa-apa yang gue bilang. Gitu kan? Udah nggak usah gelagapan gitu. Santai aja, lagian gue emang mau cerita. Suatu hari temen gue bilang gini, "Lu lebay deh Ed!" Bisa lu tebak kenapa temen gue bilang begitu? Semua gara-gara ia sering banget liat gue nyeberang jalan, sambil tangan gue kasih kode ke yang bawa motor atau mobil, mandang kira-kira aman nggak kalau gue nyeberang. Sambil nganggukin kepala dan ngelempar senyum, atau seringkali sambil kasih jempol buat mereka yang udah kasih jalan buat gue nyeberang. Ada yang salah nggak sama cara gue? Gue mikir sih biasa aja, nggak lebay kayak yang dibilang temen gue.

Ed dan Sore yang Damai

Eh sebentar, kita udah kenalan kan? Sori, gue kadang suka nggak pedulian sama orang. Termasuk sama lu juga sih. Gue tipe orang yang nggak bisa inget nama orang lain dalam hitungan detik. Oke, jadi siapa nama lu? Oh ya, nama lu Intan. Sore tadi entah kenapa kaki gue melangkah seenaknya ke suatu tempat. Cuaca seharian ini emang enak buat jalan-jalan. Tadinya, gue cuma berencana main-main ngabisin waktu di Ciwalk, tapi oo God! Rupanya Tuhan ngebisikin sesuatu ke kaki gue, sesuatu yang nggak sempet diolah sistem kognisi gue. Lu tau gue kemana? Mesjid.