Posts

Showing posts from July, 2013

Ramai-Ramai Berjualan

Saya kembali menggeluti bisnis pulsa, yang setahun lalu sempat tutup buku. Lewat provider lain, saya memulai kembali semuanya dari nol, sekira empat bulan yang lalu. Alhamdulillaah meski di awal sempat tak kembali modal, seiring berjalannya waktu saya mulai mengatur arus keluar masuk uang dengan mencatat di buku khusus. Memang, dengan modal seadanya, maka keuntungan yang didapatpun masih seadanya. Memasuki bulan kedua, ada yang tertarik untuk menjadi downline . Ia adalah teman sekantor saya. Agak terkejut juga : OMG... Bukan apa-apa, di kantor sudah ada 3 orang yang berbisnis pulsa. Kalau menambah 1 orang lagi, bagaimana? Tapi akhirnya, saya mendukung juga teman yang ingin jadi downline itu. Beberapa kali ia melakukan deposit, selang beberapa pekan, tak lagi aktif berjualan pulsa. Bulan ke tiga kala itu. Seorang teman di MQ bertanya bagaimana caranya kalau mau jadi agen pulsa. Saya menjelaskan secara rinci. Teman itu ingin membuat usaha untuk ibunya. Ya, mungkin lebih baik ia ma

Remake : Forever Sunday

Image
Beberapa hari lalu, seorang adik tingkat di kampus berulang tahun. Di momen istimewanya itu, ia menerbitkan buku secara mandiri. Maksudnya, ia menulis buku, mencetaknya, kemudian membaginya secara gratis. Mengetahui hal ini, tentu saya girang bukan main. Saya cinta buku, namun saya lebih suka kalau terselip kata free di dalamnya. Jadi, ketika ia mengumumkan akan membagi-bagi bukunya secara gratis melalui salah satu jejaring sosial, sayapun ikut berkomentar. Saya harap, saya masih kebagian buku yang dicetak hanya beberapa eksemplar itu. Tak disangka, ia malah balik menodong saya. Ia bilang, "Kalau dibarter dengan buku Teh Intan, bagaimana?" Bagi saya, itu jleb sekali. Saya memikirkan, kira-kira kumpulan tulisan apa yang akan saya barter dengan si adik ini. Puisi? Ya, pada awalnya terpikir untuk dibarter dengan kumpulan puisi hasil karya saya beberapa tahun ke belakang. Namun kok ada yang mengganjal ya? Beberapa hari terlewati. Si adik mengirim pesan pada saya, kira-ki

Lambaian Selamat Jalan

Pak, selamat milad. Kirakira, selamat jalan. 26 Juli, hari lahir Bapak, dan hari yang mengharuskan saya berpisah dari Kirakira, netbook yang tiga tahun ini menemani saya. Ah, banyak sekali kenangan bersamamu, Kirakira... meski tak sebanyak kenanganku bersama Bapak, tentu saja! Seumur hidup, tak pernah saya menerima barang mahal. Telepon genggam pertama saya adalah telepon bekas pakai, yang sudah dimodifikasi oleh empunya-nya dahulu. Pakaian, atau apapun yang saya miliki, tak pernah mencapai harga di atas satu juta. Maka, ketika saya mendapat pesan singkat dari Mamah sewaktu sedang KKN, saya kaget bukan main! Kenapa saya dibelikan netbook? Dari mana uangnya, sementara Bapak sedang berobat ke sana-kemari? Ya, saya tak pernah memintanya, bahkan mengutarakan ingin punya personal computer untuk membantu tugas kuliahpun tidak. Jadi, sewaktu melihat netbook di atas meja belajar saya di rumah, saya terharu. Tuhan memang Maha Pemurah. Orangtua saya memang halus perasaannya,

Surat Untuk Kamu

Bahkan waktu, tak bisa mengelabui. Kamu kah, anak kecil yang dulu kulihat sedang mengencangkan tali sepatu di mushola kecil itu? Yang kemudian kuajak bicara dan aku terpaksa meminjam kartu perpustakaanmu agar aku bisa meminjam buku di perpustakaan. Lalu setelahnya, ada beberapa hari yang kita lalui bersama-sama. Aku kelas tiga SMA, berseragam abu-abu dan mengendarai sepeda. Kamu kelas tiga SMP, terkadang mengendarai sepeda, lebih sering berjalan kaki. Almamater SMP kita sama. Maka tak ada yang ragu kita ceritakan. Aku menuntun sepedaku, sementara kamu terus bercerita ; tentang kamu yang membenci sekolahku, tentang pemerintah yang tak bisa dimengerti apa maunya, tentang ayahmu, tentang rencana-rencanaku, tentang mimpimu, tentang Pariaman, tentang ibu yang kamu takzimi, tentang kakak-kakak laki-lakimu, gelisahmu... ah... banyak yang kita bagi, meski sesaat itu. Teman-temanmu menjadi teman-temanku. Di masjid, kita belajar bahasa bersama, karena itu yang kubisa dibanding pela

Di Suatu Hari untuk Anak-Anak

Malam semakin larut. Semula, ingin kukabarkan padamu tentang purnama malam ini. Namun tiba-tiba hujan mengganti megahnya malam keempatbelas. Aku masih terjaga. Teman, kuharap engkau membaca ini esok pagi, selepas salam kau sampaikan ke penjuru pertiwi, ke semesta di antara kita. Ini yang membuat aku terjaga malam-malam begini. ***** Hai, apa kabar? Esok mungkin akan sangat cerah, meski malam ini hujan datang tiba-tiba. Aku (masih) meyakini hal itu ; ketika matahari mengganti mendung yang menggantung, saat dedaunan menjatuhkan sisa-sisa hujan semalam, dan burung-burung kembali giat menyanyi di antara hilir-mudiknya mencari bagian rizki di bumi. Bagaimana kabarmu? Kau belum menjawab pertanyaanku. Kau tentu dapat menjawab, "Aku baik-bak saja", atau "Yah, seperti yang kau lihat", atau "Belum satu keping rupiahpun kudapat hari ini, apa menurutmu itu kabar baik?" Terserah kau saja, aku tak akan mendikte. Namun kuharap jawabanmu ada

Sajak Jumat

Pergilah ke masjid-masjid, wahai lelaki! Kami perempuan, biarlah tetap di sini. Sambil mengurusi anak-anak yang baru pulang sekolah. Sambil menggarami sayur berkuah. Sambil menjahiti kemejamu yang rekah. Biar kami yang menunggu di sini, menggenapi janji kami yang abadi. Kantin Salman, 7 Juli 2013 M/ 28 Sya'ban 1434 H

Jakarta, Flash Trip

Image
Flash , memang perjalanan saya kali ini hanya sekejap saja, one day trip . Dibersamai teman semasa sekolah dulu, Fanny, kami memulainya dari Stasiun Bandung. Fanny baru saja pulang dari Kalimantan, setelah 6 bulan lalu ditugaskan Total ke sana. Beberapa pekan lalu kami bertemu di Angkringan Mas Jo, dekat gedung MBA ITB itu, dan kami mengenang masa-masa studi wisata kala SMA dahulu. Planetarium, yang terletak di salah satu sisi Taman Ismail Marzuki Jakarta, tak luput dari obrolan kami malam itu, dan kami sepakat akan pergi ke sana suatu hari nanti. Jadi, perjalanan kami kali ini menempatkan Planetarium sebagai tujuan pertama dan utama kami. Bernostalgia. Kami mendapat tiket kereta yang relatif murah untuk kelas bisnis, meski saya masih harus gigit jari lantaran mengincar tiket kereta kelas eksekutif yang sangat murah, yang berangkat paling pagi hari itu. Fanny bilang jangan yang lepas Subuh, khawatir terlambat. Jadi, kami memutuskan berangkat dengan kereta kedua, yang tiketnya