Posts

Showing posts from October, 2013

Kepada Malam

Hanya suara langkah yang sesekali tertangkap indera pendengarku. Malam sudah merayap ke tengah. Malam, beban ini betul-betul memaku kakiku jauh melewati permukaan bumi. Pernahkah engkau merasakan sesal? Bagiku, mungkin inilah sesal itu. Membaca obrolan-obrolan di chat room itu seperti mengulang kembali hari yang telah berbilang. Aku yang ada di hari itu. Larut dalam kecerobohan kecil yang berujung pada perasaan bersalah yang dalam. Dalam sekali meski coba kututupi berulang kali. Aku membaca hati-hati mereka yang gelisah, namun dibungkus dengan selapis senyum yang tertuju padaku. Aku tahu, ada luka yang menggaris di sana, luka yang kubuat. Malam, cukupkah itu menggambarkan sesal yang tengah menjangkiti waktu-waktu yang kupunya belakangan ini? Malam, tak bisakah engkau memberi penjelasan tentang hari itu? Atau kau ajak bulan untuk berjalan mundur ke belakang, sedikit saja. Agar ia bisa memberiku terang, di antara halimun-halimun yang tak mau beranjak ini. Hanya suara ketuka

Pulang

Kidang Kencana, 8 Angkutan kota berwarna biru menyala yang menghubungkan Jatibarang dengan Indramayu berhenti tepat di Simpang Lima. Udara panas khas pesisir langsung menyengat begitu aku turun dari dalam angkutan yang penuh sesak itu. Di hadapanku, berdiri patung buah mangga cengkir, buah khas kabupaten tempat aku dilahirkan. Inilah pintu masuk ke jantung Indramayu. Di depan gedung SMAN 1 Indramayu, aku berdiri menunggu angkutan kota 04. Beruntung, aku tak perlu menunggu terlalu lama. Betul kiranya, seperti yang kutulis dalam tulisanku sebelum ini, perjalanan pulangku kali ini, seperti memunguti lagi kenangan. Akhir-akhir ini aku memang jarang pulang. Selama enam bulan lalu, aku utuh jarang pulang karena jadwalku meliput jatuh di hari Sabtu, ditambah Mamah dan adikku lebih sering menghabiskan waktu di Depok atau Sukabumi kalau adikku tengah libur sekolah. Jadi memang tak ada gunanya pulang kalau mamah dan Dede tak ada di rumah, tho? Semalam, sewaktu aku baru pulang dari Ci

Kenangan

Jatibarang Kereta Ciremai Ekspres yang baru beroperasi 3 hari itu perlahan melambatkan lajunya. Suara derit roda dengan rel bagiku terdengar pilu. Aku menarik ranselku, berjalan menuju pintu yang masih tertutup. Perlahan, dari balik jendela, kulihat petugas berseragam berdiri dengan tegap seolah tengah menanti kedatangan kami, disusul deretan kursi yang rapi menghias peron. Beberapa orang dengan beragam barang bawaan duduk di sana, menunggu gerbong-gerbong yang akan mengantar menuju tempat yang dituju. Kemudian sebuah papan nama yang menempel di dinding tembok tanpa ragu memastikan, bahwa inilah Stasiun Jatibarang, satu stasiun terakhir sebelum Ciremai Ekspres sampai di Stasiun Cirebon. Gerbong yang saling terkait itu kini benar-benar telah berhenti, seiring sambutan selamat datang dari pengeras suara berbunyi. Stasiun Jatibarang, Indramayu. Aku diajak memunguti kenangan tentang bapak-ku di sini. Pilar-pilar peron masih kokoh berdiri, hanya saja bangku-bangku di sana telah ber