Posts

Showing posts from April, 2012

Alamat Heni

Rumah Aman sudah sepi. Satu persatu penghuninya sudah kembali ke kampung halaman masing-masing. Setidaknya, hatiku cukup merasa lega- satu tugas berkurang sudah. Namun hari itu, di hari seharusnya aku dapat duduk santai sambil sesekali mengecek news feed pada akun jejaring sosialku, nyatanya tugas itu belum berakhir. Telepon dari Pemerintah Kabupaten Bogor masuk. “Neng, tadi Ibu udah coba cek alamatnya Heni, tapi kurang lengkap kayaknya ya Neng... Itu Jasinganya di mana? Da Jasinga teh luas Neng. Punten nya, tiasa diteraskeun deui? ” Hft, aku merasa seperti dianugerahi barbel sepuluh kilogram di kepala. Tugasmu belum berakhir, sweetheart . Aku coba menghibur diriku sendiri. Kuarahkan kursor notebook ke mesin pencari, sekali lagi coba menjadi detektif atau lebih tepat menjadi tukang pos : mencari alamat, dengan clue Bubulak dan Jasinga. Sumpah, aku tidak tahu di ujung dunia manakah daerah berjuluk Bubulak dan Jasinga itu berada tepatnya- yang kutahu kedua daerah itu ada di Kabup

Saya dan Kemungkinan Masa Depan

Ternyata, pekerjaan panas macam menyetrika baju mampu membuat otak saya bekerja keras memikirkan kemungkinan: masa depan. Sepertinya akhir-akhir ini saya kehilangan pegangan. Oh God, what should I called this situation?  Sebenarnya sih sederhana saja, saya tinggal mencari tiang atau pohon untuk pegangan. Bukankah begitu? Hft. Berada di zona nyaman. Mungkin itu yang tengah saya alami, sampai-sampai saya kehilangan mimpi. Kalau menilik diri saya ketika SMP, saya punya sikap, punya impian yang terus dikejar. Bersyukur lantaran punya sikap : mengembalikan uang yang (memang) hak saya, belajar sungguh-sungguh agar bisa masuk sekolah nomor wahid meski bermodal gengsi, juga memutuskan untuk memperbaiki diri dengan mulai berkenalan dengan Islam. Saya menyukai sisi diri saya waktu itu. Saya juga menyukai diri saya ketika berseragam putih-abu. Meski tetap memegang gengsi dengan masuk kelas dengan strata paling tinggi, meski harus menjadi buah bibir guru-guru lantaran dianggap lemah, meski

Sayap Kupu-Kupu

Image
Waktu SMA, parah. Si saya jatuh cinta. Bukan sama laki-laki (jatuh cinta sama laki-laki mah saya akui waktu masih SMP, berlanjut sampai SMA, pada orang yang sama. Sekarang tamat.), tapi sama kupu-kupu, yang terus terang, begitu mengalihkan dunia saya. Waduh. Iya betul. Suka sekali, cinta sekali menikmati kupu-kupu terbang berkeliaran di taman sekolah. Sampai hafal rasanya, kapan kupu-kupu itu banyak berkeliaran (lho?). Kalau sudah musim bunga, biasanya kupu-kupu bermunculan. Entah dari mana. Saya nggak pernah lihat kepompongnya di sekitar sekolah. Mungkin mereka datang dari lahan kosong dekat sekolah. Bisa jadi. Atau kepompong mereka terselip di antara dedaunan pohon mengkudu. Ini bisa jadi juga. Yang jelas, saya selalu menantikan musim ini, saat udara wangi terasa. Kalau sudah banyak kupu-kupu yang datang (kebanyakan yang bersayap biru dan hijau, sesekali hitam dengan ukuran lebih besar), beberapa hari kemudian pasti banyak sayap kupu-kupu yang tergeletak di halaman s

Feel Alive

Image
Nah lho, kenapa malah "merasa hidup"? Bukannya selama ini juga sudah hidup? Yeah, seenggaknya itu yang saya rasakan beberapa waktu ini. Terima kasih kawan, terima kasih! Nah lho, makin aneh aja si saya! Hm, saya ingin mengajukan pertanyaan : bagaimana kehadiran teman bagimu? Sudah, tak usah kau jawab dengan suara lantang macam itu, cukup kau jawab dalam hati saja. Saya tahu kau akan menjawab seperti apa. Nyatanya, jawabanmu tidak sama persis dengan jawaban saya- beberapa tahun ke belakang tapi sekarang, jawaban saya mirip-mirip dengan jawaban kau lah. Begini. Banyak orang yang bilang, betapa beruntungnya saya memiliki banyak sekali kawan. Hal ini berlangsung bertahun lalu, semenjak saya masih pakai baju putih-biru. Saya suka bicara ceplas-ceplos seenaknya. Suka berkeliling (jalan-jalan) seorang diri, mengikuti aktivitas yang tak banyak orang minati. Saya selalu suka sendiri. Saya jadi tak pernah merasa punya teman dekat. Saya baru bisa banyak terbuka kalau saya sudah m