Senyum Adik-Adik Cibeureum : Hadiah Kecil dari Tuhan

Apa yang lebih melapangkan hati, selain melihat tawa renyah anak-anak?
 
Pagi yang masih diselimuti mendung. Gerimis kecil mengiringi perjalananku dari Kramatwatu menuju Kampung Ciloang, meeting point sebelum keluarga Komunitas Relawan Banten (KRB), KSR Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Relawan Fesbuk Banten News dan keluarga Rumah Dunia bergerak menuju Kampung Cibeureum, Cikande, Tangerang. Aku akan mengikuti aktivitas mereka hari itu; bermain bersama adik-adik di Kampung Cibeureum. Anak-anak, bagaimanapun keadaannya tentu harus difasilitasi untuk bermain dan belajar. Bukankah seharusnya seperti itu?

Pengondisian pengelompokkan adik-adik oleh relawan
Di warung yang letaknya hanya sepelemparan batu dari Rumah Dunia, Pak Koelit Ketjil memandu briefing terakhir sebelum kami bergerak ke Cibeureum. Ada hal-hal yang harus kuperhatikan di kali pertamaku bergabung dalam program trauma healing KRB. Perlulah kiranya kusampaikan apa yang beliau katakan. Selfie, untuk beberapa jam ke depan tidak diperbolehkan. Kegiatan trauma healing sudah tentu bukan darmawisata. Lagipula untuk apa ber-selfie ria di lokasi bencana?





Lihat tawa kami!
Langit mulai cerah ketika kami bersiap berangkat. Lima motor dan satu mobil siap dikemudikan melintasi jalan Serang-Jakarta yang panjang. Aih, Tuhan sungguh tahu niat kami hingga Ia singkapkan awan-awan mendung yang pagi tadi menggantung. Kurang lebih satu setengah jam perjalanan yang aku dan rombongan lalui hingga kami tiba di lokasi. Mobil diparkir di tepian jalan, sementara logistik diangkut dengan lima motor, melintasi jembatan gantung yang sempat terendam banjir beberapa waktu lalu. Beberapa relawan berjalan kaki sambil menyiapkan diri untuk membagi keceriaan bersama sekitar 200-an adik-adik di Kampung Cibeureum.

Kak Yehan tetap tertawa
 Di sebuah lapangan yang luas, teman-teman relawan yang sebagian besar baru kukenal sudah terlihat sedang mengondisikan adik-adik. Adik-adik dibagi ke dalam dua kelompok besar berdasarkan rentang usia. Aku bersiap dengan dua kamera. Satu kamera menggantung di leher sementara satu lainnya dalam genggaman. Yeay! Karena ini kali pertamaku mengikuti program KRB, maka tugas sebagai juru foto adalah tugas yang pas untukku sembari aku mengobservasi apa saja program trauma healing yang akan dilakukan teman-teman KRB.


Adik-adik survivor banjir Kampung Cibeureum, Cikande Tangerang
Matahari mulai naik dan suasana di lapangan luas yang sempat terendam banjir  itu makin semarak. Teriakan-teriakan "kita semua bergembira" terdengar riuh-rendah diiringi lompatan kecil dan lambaian tangan. Adik-adik mengembangkan senyum bahkan tak sedikit yang tertawa lepas. Para relawan bergerak ke sana-kemari, tak peduli peluh membanjiri wajah dan menyisakan bekas di pakaian. Bekerja seperti ini, bekerja yang diiringi ketulusan hati bukan pekerjaan mudah bagiku. Untuk tetap tersenyum meski ada sedikit kesal karena polah adik-adik yang tak bisa diam, untuk tetap energik sementara sinar matahari yang terik membuat dehidrasi, untuk tetap bertingkah mengikuti tingkah polah anak-anak... bukankah bukan hal yang mudah? Namun itu yang ditanamkan dalam diri para relawan ketika bertugas seperti ini. Ah, soal bagaimana sebuah senyuman dan semangat bisa dengan mudah menular sudah tak harus lagi kujelaskan di sini, bukan?

Hey, balonku paling besar!
Teman-teman relawan tampak asyik bermain bersama adik-adik yang selamat dari banjir tempo hari. Aku mondar-mandir agar bisa mendapatkan foto yang cukup bagus. Ada rasa iri yang sesungguhnya kusimpan sejak beberapa pekan lalu. Aku iri dengan para relawan ini yang begitu asyiknya berinteraksi dengan anak-anak; bermain, berlomba, menggambar, menulis, juga meniup balon bersama. Ah, rasanya sudah lama sekali tak merasakan momen seperti itu! Namun melihat senyum adik-adik yang tulus, merasai tawa lebar mereka, mendengar celetukan-celetukan dan candaan mereka yang polos lagi jujur, serta menikmati setiap gerakan tubuh yang mereka ciptakan cukup membuatku merasa bahagia dan lega. 

Dan kami semua bergembira!

 Ah, Tuhan begitu baiknya memberiku hadiah macam ini. Maka apa lagi yang bisa kudustakan dari rasa bahagia dan lega ini? Sungguh tidak ada. Thanks God for these precious gift in my early birthday!












A big thanks to Komunitas Relawan Banten that allowed me to join.





Comments

Koelit Ketjil said…
terimakasih kak Intan yg sudah datang dari Bandung untuk ikut bersama bermain dg adik-adik survivor banjir di Kampung Cibeureum, Cikande, Tangerang.
Terimakasih juga sudah menuliskan sepotong kisah upaya kecil kami untuk turut menjamin HAK anak untuk terus bergembira, apapun kondisinya.

Tentunya bukan kawan-kawan KRB yg memberikan hadiah ulang tahun utk Kak Intan tpi adik-adik survivor lah yg memberikan bingkisan manis berupa senyum dan gelak tawa dari adik-adik beraroma matahari ini yg mungkin memberikan kesan tersendiri.

KITA SEMUAAA....BERGEMBIRAAA
mewakili seluruh fellow relawan mengucapkan; "Selamat ulang tahun, semoga jaya di darat-laut-udara"


-Kumendan KRB-
Anonymous said…
Sedih sebenernya nggak bisa ikut... tapi apalah daya, sebagian dari diriku adalah hak bagi orang lain :)
Selamat ya intan....
Unknown said…
Tak usah sedih. Bermain dengan anak-anak selalu membahagiakan kok, apalagi dilakukan dng pasangan tercinta. *eh

~lalalalala, kabur aaah
Unknown said…
Vielen dank, Pak Kumendan!
Anonymous said…
Sukaaaa! Suka bergembira bareng adik-adik survivor, suka berkenalan dengan Intan, suka bergabung dengan relawan KRB yang lain, suka sama tulisan ini. Sukaaaaaaaaaaaa...! *tereka pake toa*

Popular posts from this blog

Ketika Dolly Ditutup

10 Buku Ini...

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi