Bali #2 : Perkenalan

Aku mengantuk tapi rasa lapar lebih kuat godaannya. Pukul 21.00 WIB. Kota Cirebon sudah tak terlihat lagi. Bis Kramatdjati jurusan Bandung-Bali yang kunaiki sudah memasuki Tegal, kota yang terkenal dengan budaya nge-tehnya. Kota yang juga terkenal dengan warung nasi "waralaba" yang tersebar hampir di seluruh sudut Indonesia, yang sangat akrab dengan kondisi kantong mahasiswa macam aku. Langit saat itu cerah. Aku memandang ke arah tepian jalan dari balik kaca jendela. Rumah-rumah mulai redup cahayanya. Penghuninya sudah mulai melepas lelah di dalam sana. Aku menguap, namun lapar masih membayangi. Tak cukup satu-dua keping biskuit gandum berlapis cokelat menenteramkan gemuruh gendang dalam perutku. Ia butuh lebih dari sekedar penahan lapar.

Bis bergerak perlahan lalu berbelok masuk ke halaman sebuah tempat makan yang luas. Kernet bis berteriak mengingatkan untuk membawa serta kupon yang menempel di tiket. Kupon itu ajaib. Satu potong kupon bisa ditukar dengan sepiring nasi, lauk-pauk dan segelas besar teh hangat. Kusimpan sisa satu kuponku untuk esok.


Seorang perempuan separuh baya mengajakku makan bersama. Mbak Ida namanya. Sedari awal perjalanan dari Bandung, aku memang tak berusaha berbincang dengan siapapun. Namun ritual makan tanpa teman bicara pasti akan sangat menyiksa. Aku sejajari langkahnya menuju meja saji. Aku mengambil nasi, ayam kecap, mie goreng dan sambal goreng. Ia juga mengambil menu serupa. Lalu kami duduk berhadapan. 

Perempuan berkulit putih dengan polesan tipis make-up itu bicara lebih dulu. Ia bertanya tujuanku. Aku bertanya kemana tujuannya. Kami sama-sama hendak ke Bali. Kukatakan aku akan mengikuti seminar dan workshop Psikologi. Ia bilang ia akan pergi dari satu pantai ke pantai lainnya. Kutanya untuk apa. Ia jawab hendak berdoa. Aku bingung mengapa berdoa harus dari pantai ke pantai lain, hanya saja pertanyaan itu kusimpan dalam hati. Ia menghabiskan makannya, lalu merokok. Aku tak pernah suka rokok, tapi kubiarkan ia menghembuskan asap rokoknya dengan nikmat.

"Kamu belum tau mau kemana? Kalau udah selesai seminar mending ikut Mbak!"
"Kemana?" Tanyaku
"Ya berdoa!"
"Oo, ndak usah Mba. Nanti temenku mau ngajakin jalan-jalan." Aku berbohong. Kebohongan pertama yang kubuat dalam perjalanan ini. Kupikir aku perlu melakukannya, semoga Tuhan mengampuniku. Ia menatapku tajam. Aku bersenandung kecil tak menghiraukan. Ia tertawa. Tuhan, jangan biarkan aku berpikir macam-macam tentangnya. Tuhan, jaga aku dari hal-hal yang tak kutahu. Klakson bis berbunyi. Perjalananku masih sehari semalam lagi.

Comments

Unknown said…
Karena terpaksa dan yakin gak akan ada apa2. Bisa dibaca di Bali #1 : Gentar, kak. Makasih sudah mampir :)
noe said…
Berdoa dapet sunset dam sunrise tuuh hehehe
Unknown said…
hahaha... iya beneeer tuh

Popular posts from this blog

Ketika Dolly Ditutup

10 Buku Ini...

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi