Angkringan Mas Jo, Antara Bisnis Kaki Lima dan Filosofi Bisnis

Agak "wow" ya judul tulisan saya kali ini? Tenang, saya nggak akan nulis sesuatu yang berat bin serius. Sungguh. Kita ngobrol-ngobrol santai aja, seperti saya yang kemarin makan-makan santai di angkringan sampai lupa waktu.

Angkringan Mas Jo adalah pelipur lara ketika kondisi dompet sedang memprihatinkan atau saat saya sedang kesepian. Saya tinggal datang ke Jalan Gelap Nyawang (Dekat MBA ITB) Bandung, masuk ke warung tenda dengan cahaya redup, duduk di depan gerobak yang penuh diisi rupa-rupa hidangan khas angkringan, lalu membiarkan para personel Angkringan Mas Jo mencandai dan mengajak saya mengobrol. Tuntas sudah urusan uang yang tinggal beberapa rupiah dan kesepian sudah berganti jadi tawa.


Rupa-rupa sajian (foto: kuswointan.blogspot.com)
Seperti Sabtu malam Minggu kemarin (22/03). Saya nggak punya teman yang bisa diajak hunting makanan. Saya duduk sendiri di atas kursi panjang tepat di depan gerobak, mengambil sebungkus nasi kucing isi tempe, ampela, bala-bala, tape dan pisang goreng. Sambil menyuap nasi serta lauk-pauk ditambah sambal ijo bercampur teri yang pedasnya nggak ketulungan, saya berbincang dengan Mas Agus, salah seorang personelnya yang akhir-akhir ini sering dikunjungi sakit gigi. Kondisi warung yang temaram waktu itu masih sepi. Cuma beberapa meja yang terisi, jadi mengobrol seperti ini nggak akan mengganggu pekerjaan Mas Agus. 

Tinggal tape dan pisang goreng yang tersisa di piring seng. Pengunjung angkringan mulai banyak sampai mengantri. Mas Jo, si empunya sudah datang dan langsung ikut turun tangan, dari mengangkuti piring kotor, menata gerobak, mengambil pesanan dan lain-lain. Sesekali, dengan keramahan yang nggak dibuat-buat, ia menyapa dan mencandai pengunjungnya.

"Duh, sayanya telat Mba. Abis beberes rumah dulu. Tadi baru beli freezer!" ujarnya pada saya.
"Saya beli freezer itu karena Selasa nanti mau dikirimi kerang dari Pangandaran, Mba!" lanjutnya.
"Wow, Mas Jo bisnisnya serius euy!"  saya menimpali.
"Lha ya iya, Mba. Kita ini, kayak keong atau bekicotnya juga dikirimi dari luar daerah. Teh yang dipake juga dari Jawa, lho!" Mas Jo, dengan logat Jawanya, menjawab. Saya jadi tergelitik untuk bertanya pada pemilik angkringan yang sekarang punya dua cabang itu.
"Mas Jo kan buka angkringan begini dari tahun 2007, di Bandung sekarang udah banyak lho angkringan-angkringan kayak gini. Masnya nggak takut kesaingin?" dan dengan lugas, Mas Jo menjawab,
"Nggak Mba. Kita punya yang orang nggak punya. Kualitas! Kita nggak pake minyak goreng curah buat masak. Kecapnya juga kita pake yang bagus, biar orang makannya enak tapi juga bisa tetep murah." 

Mas Jo melayani pembeli (foto: warungnasietong.wordpress.com)
Mendengar jawaban Mas Jo itu, saya jadi mafhum kenapa angkringan ini tidak pernah sepi pelanggan. Kadang pelanggan dari luar kota juga sengaja datang ke angkringan ini kalau sedang berkunjung ke Bandung. Ini masalah totalitas dalam berbisnis. Meski hanya warung kaki lima, pemikiran Mas Jo jauh melampaui luas warungnya. Ia berpikir tentang bagaimana menghidangkan sajian berkualitas dalam warung kaki lima. Ini yang jarang kita temui di warung-warung sejenis. Angkringan Mas Jo yang menempati areal kosong yang kalau siang digunakan sebagai parkiran itu juga patut diapresiasi. Berjualan itu jangan nyusahin orang. Begitu ujarnya.

Hal lain yang juga membuat saya terkesan dan selalu menyempatkan datang ke Angkringan Mas Jo adalah hampir setiap personelnya ramah. Mereka bahkan ingat siapa saja yang sering mampir di warungnya. Mereka membangun attachment, kelekatan dengan para pengunjung. Dan ini yang seringkali membuat pengunjung merasa dekat dan akrab dengan Angkringan Mas Jo. Ya, sebuah filosofi sederhana dari sepetak bisnis kaki lima yang merakyat.




Comments

Suka makan di angkringan juga tho mbak??...
Unknown said…
tentu sajaa! hehe
Wah ternyata di bandung juga ada angkringan to..hehe..malah baru tau aku mbak. Bisa dicoba nih kalo pas main ke bandung:)
Unknown said…
Mbak Arifah : Iyo mak, ada banyak ni di Bandung. Sini sini mainlah :)

Popular posts from this blog

Ketika Dolly Ditutup

10 Buku Ini...

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi