Posts

Showing posts from 2011

Koma

Image
Hidup bukan repetisi, yang kutahu. Maka mari sini duduk di sampingku! Mungkin kau bisa mensesap tehmu selagi hangat, atau mengomentari waktu yang memaksamu bergegas menuju titik. melepas lelah di Taman Ganesha, 8 Desember 2011

Finding the "Me"

Image
... dan dari sebuah perjalananlah, saya mengenal apa fungsi sebuah tanda koma . Pikiran mumat, saya akui dan itu benar-benar membuat saya tidak nyaman. Kemampuan untuk dapat switching fokus merupakan kemampuan yang tidak dimiliki oleh semua orang. Saya belum memiliki kemampuan super hebat itu. Jadilah saya berantakan, seperti segulungan benang yang terberai ke mana-mana lantaran dimainkan oleh anak kucing. Mungkin hampir dua bulan ini saya menjadi seperti itu. Bekasi menjadi kabupaten ke tujuh yang saya sambangi beberapa bulan terakhir. Kegiatan sosialisasi dan pemantauan yang nempel pada divisi tempat saya bekerja, mengharuskan saya untuk dapat mengatur kegiatan tersebut agar berjalan sesuai target yang telah ditetapkan. Pada akhirnya, pagi-pagi sekali, saya sudah duduk manis di dekat pintu tol Pasteur, menunggu mobil yang akan mengantarkan saya ke Bekasi. Syukur, hanya beberapa jam saja saya ada di Bekasi, menjelang sore saya sudah duduk manis di kantor lagi. Namun rupanya, saya

Takdir

Seperti apakah rupanya? Cantik-mempesona atau justru membosankan dan buruk rupa? Takdir, sepotong kata itu tiba-tiba saja hadir pagi ini di sela-sela kesibukan saya belanja sayur di pasar. Dulu, ketika semester pertama menjadi mahasiswa, saya sempat dengan seenaknya menerjemahkan takdir yang pada akhirnya menjadi tugas akhir dalam mata kuliah Filsafat Umum. Seenaknya saja saya mengartikan, mempreteli kata yang sungguh ternyata begitu berat untuk dibahas oleh mahasiswa tingkat pertama berumur belasan tahun dan baru merasakan hidup jauh dari orang tua. Tidak. Kata takdir tidak begitu saja muncul pagi ini. Saya jadi ingat obrolan bersama seorang kawan pada malam harinya. Saya yang sedang asyik berdiskusi dengan seorang rekan di kantor harus terkejut dengan pesan singkat yang dikirim oleh kawan saya itu. Kalau tak salah ia bilang, kadang dalam hidup kita harus memilih. Saya yang bingung kemudian membalas pesannya itu. Kawan saya membalas beberapa saat kemudian, hidup saya ga seindah

Sepotong Catatan Tentang Keberbaktian

Karena ridhanya-lah yang nanti akan mengantar kita ke syurga... Beberapa hari lalu, saya membaca Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Ada satu bagian yang menarik hati saya dari novel tersebut, pada salah satu bab nya, penulis mengisahkan mengenai dialog antara seorang istri yang hampir meninggal dengan suaminya, "Apakah engkau ridha padaku, suamiku?" tanya sang istri, sembari menahan rasa sakit yang ia rasa. Sang suami yang begitu mencintai istrinya tak sanggup menjawab, ia tak siap harus kehilangan istrinya setelah mengalami kehilangan dua anaknya yang belum jua sempat terlahir. "Apa engkau ridha padaku?" sang isri mengulang lagi pertanyaan yang sama. Sang suami, pada akhirnya, menjawab pertanyaan tersebut. Dari sepenggal dialog itu, penulis betul-betul memaksa saya memahami bahwa salah satu jalan seorang perempuan (istri) menuju syurga adalah ketika suaminya, ridha atas apa-apa yang dilakukan olehnya. Saya baru memahami itu. ### Hari itu, hari yang cukup sep

Maria

Image
Suatu kali, kita bertemu lalu berpisah lagi. Tapi satu pertemuan itu, telah menorehkan kesan mendalam yang rupanya menghiasi diri saya saat ini. Terima kasih, Maria. Namanya Maria. Gadis SMA berjilbab, pendiam, hanya duduk di pojok ruangan sepanjang acara Workshop Pembentukan Forum Anak Kabupaten Indramayu. Dua hari acara, saya tak menaruh sedikitpun minat untuk mengenalnya, maupun sekedar menyapanya. Paling saya hanya tersenyum, ketika ia menangkap basah kalau saya tengah memandangnya sambil bertanya-tanya dalam hati. Ah, apa enaknya main dengan anak berkerudung yang duduk di pojokan sana, yang hanya diam saja dari tadi? Namanya Maria. Pada akhirnya saya mengetahui kalau gadis berkacamata itu bernama Maria. Itupun karena fasilitator kegiatan workshop, Teh Diana. Ketika waktu rehat tiba, Teh Diana yang merupakan fasilitator dari Lembaga Perlindungan Anak Jawa Barat itu mendekati saya, dan duduk di samping saya. Ia merengkuh pundak saya dan berkata, "Intan, coba deh ajak main

How's Their Feeling? I Want to Know

Image
Bagaimana rasanya? Sulitkah untuk menjalani hidup seperti mereka? Kemarin, selepas shalat maghrib, tiba-tiba saja saya benar-benar merindukan Bapak dan itu membuat saya menangis, sesenggukan. Saya bertilawah, rasa rindu itu masih saja membayang. Sulit rasanya merindukan sesuatu yang tak lagi bisa dijangkau. Maka memang, obat kerinduan adalah bertemu. *** Lantas hari ini, seorang ibu di tempat saya bekerja, menghampiri saya dan Teh Fika di shelter. Ia baru saja pulang setelah mengikuti kegiatan Temu Lintas di Dinas Sosial. Panjang lebar beliau menceritakan tentang kegiatan tersebut, sampai ia menceritakan bahwa permasalahan anak jalanan atau anak terlantar merupakan salah satu wilayah kerja Dinas Sosial, maka kami diamanahi untuk me- refer ke Dinas Sosial apabila ada pengaduan terkait kasus-kasus tersebut. Beliau mengatakan bahwa Dinas Sosial memiliki panti untuk bayi-bayi yang terlantar, selain juga memiliki panti-panti asuhan. Ah, perkataan ibu terseb

REJECTED

Image
Ditolak itu tak selamanya membuat nyeri hati, ternyata! Hari itu, saya iseng. Saya googling nama saya di mesin pencari : Intan R. Kuswoharti. Ketemu! Ternnyata, berdasarkan hasil kerja Google, nama saya identik dengan blog saya ini. Ya iyalah, saya pakai nama itu hanya di blog ini saja. Hehehe... Tapi oops, ternyata nama saya muncul di salah satu majalah online: Annida. Lho lho, ada apa ya? Saya suka Annida, tapi... kok tiba-tiba ada nama saya di situ ya? Hm, dulu sih pernah saya menang undian Annida, tapi baheula pisan lah! SMP gitu lho! Judul yang ditampilkan di Google adalah Cerpen Rijek Agustus (Season 11) . Eaaa... Saya jadi mendadak ingat kalau dulu- beberapa bulan lalu- saya pernah mengirim cerpen ke Annida. Cerpen yang judulnya Episode Ayah . Anehnya saya malah ketawa-ketawa baca pengumuman itu. Rasanya asyik, mengetahui bahwa karya kita ditolak, ditambah bonus komentar dari redaksinya. Hm, baru kali ini cerpen saya dikomentari. Betul, ditolak itu ternyata cukup menyenan

Pak Djarot

Image
Beliau, yang dulu menjadi "pahlawan" bagi kelas saya, meskipun beliau tidak mengajar di kelas saya. Hanya sesekali saja datang mengunjungi, menanyakan kabar kami murid-muridnya. Beliau juga yang merancang aktivitas kami selama satu tahun pelajaran: enrichment setiap hari yang membuat kami belajar sungguh-sungguh; study tour beberapa kali demi luasnya pengetahuan kami; studi banding ke beberapa sekolah agar kami bisa belajar banyak hal dari sekolah-sekolah tersebut; serangkaian tes bahasa Inggris (toeic dan toefl) yang membuat kami bersemangat belajar bahasa Inggris; dual-language dalam pembelajaran juga betul-betul menantang kami apalagi melihat beliau dan guru-guru lainnya rajin belajar bahasa Inggris tiap sore. Debating contest dan ICT contest yang betul-betul memahamkan kami akan perlunya punya motivasi berprestasi; beragam pelajaran bahasa asing (Mandarin, Jepang --pada masa saya, kemudian muncul Perancis) yang membuka mata kami pentingnya menguasai bahasa asing; try

Stop! Jangan Mengeluh!

Image
Seperti yang telah saya prediksikan sebelumnya, bulan Juli memang menjadi bulan yang cukup berat bagi saya. Saya harus akui itu. Dimulai dengan agenda pelatihan di kantor yang menupuk, persiapan pernikahan kakak, dan agenda yayasan yang juga harus dikejar. Ya, Juli menjadi bulan pembuktian bagi saya. Nyatanya, Juli lebih dari sekedar agenda-agenda di atas. Saat sedang asyik mempersiapkan acara pelatihan IOM sebelum kepulangan saya dalam rangka persiapan pernikahan kakak, saya justru jatuh. Kondisi badan rupanya tak mau kompromi. Jadilah saya tepar. Hari-hari berlalu, agenda IOM, pernikahan kakak, dan workshop di Sumedang terlaksana sudah. Kini, agenda lain yang harus dikejar. Saat sedang mempersiapkan diri mengambil data skripsi dan mempersiapkan agenda yayasan, teman saya menggoda dengan menawarkan pekerjaan di sebuah sekolah dasar swasta di Lembang. Tanpa pikir panjang dan memang tidak menaruh harapan, saya turut melamar, yang pada akhirnya, saya menjadi bagian di sekolah terseb

Mimpi

Image
Ah, apalah arti sebuah mimpi! Sejujurnya, saya selalu merasa takjub ketika mendengar orang menceritakan mimpinya, apalagi kalau menceritakan mimpi yang dialaminya secara detail. Gila, kok bisa? Mimpi itu kan, kita alami sewaktu tidur, kok bisa ya mereka ingat bagian-bagian dari mimpinya? Ah, saya mah tidak bisa melakukannya. Iya, selalu seperti itu. Okelah, kadangkala mungkin saya terlalu bersemangat di dalam diri saya, namun ketika terbangun zap! Tiba-tiba saja saya tak lagi memikirkannya. Lha, boro-boro memikirkannya, mengingatnya pun tidak, yaah... kecuali serpihan-serpihan kecil dari mimpi yang saya alami. That's it. Lantas tiba-tiba saja, hari itu saya bertemu dengan dua orang kakak tingkat. Pada awalnya, kami sekedar menanyakan kabar masing-masing, berlanjut dengan membicarakan aktivitas kami saat ini, dan entah bagaimana mulanya, kami jadi membahas mimpi. Hm, mungkin begitulah kalau beberapa perempuan berkumpul, tak akan pernah kehabisan bahan untuk dibicarakan. Saya m

Bersediakah Aku Menikah dengan Diriku?

Pagi itu, selepas shalat Shubuh, aku menarik lagi selimutku, berusaha menghindari hawa dingin. Seperti biasa, tenggorokkanku ini tak bisa kompromi maka segera kuambil minyak kayu putih untuk menghangatkannya, juga untuk meredakan batukku. Kusisipkan earphone dan bergegas memejamkan mata. Ya Allah, aku ingin tidur sebentar saja, tak apa kan? Namun pada akhirnya aku hanya memejamkan mata saja, tidak bisa tidur sepenuhnya. Meskipun telingaku kusumbat dengan earphone , aku tetap dapat mendengar apa yang terjadi di sekitarku. Salah seorang rekanku di shelter sibuk mengepaki barang-barangnya. Namun aku tak berminat berbincang. Udara dingin memaksaku untuk mempedulikan diriku sendiri saat ini. Batukku tak kunjung berhenti. Seorang lagi kawanku masuk, mungkin ia kaget dengan apa yang dilihatnya, kuterka. Kemudian pembicaraan di antara mereka mengalir. Sayup-sayup kudengar. Tergelitik juga aku ingin mendengar pembicaraan mereka. Tidak, bukan hakmu untuk mendengar, Intan. Maka akupun

Tasseography

Image
Mulai untuk mempelajari teh. Lantaran sebuah tantangan yang datang dari seorang kawan untuk membuat sebuah antologi tentang teh, saya memutuskan untuk membeli buku mengenai teh. Terlalu berlebihan memang, tapi saya perlu referensi yang cukup agar bisa menuliskannya, bukan sekedar menulis kesan pribadi saya mengenai teh saja, atau sebatas pengalaman-pengalaman dari setiap sesap teh yang pernah saya nikmati. Sore itu, saya membaca buku tersebut, buku kecil yang memasang judul yang biasa menurut saya: The Magic of Tea. Lihat, biasa sekali bukan judulnya? Namun, buku tersebut membuka cakrawala bagi saya mengenai teh. Dulu, saya hanya sekedar penikmat teh yang hanya mengetahui asal teh yang saya minum sebagian besar merupakan produk dari PTPN VIII, sebuah perkebunan milik negara yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Sayapun hanya tahu beberapa jenis teh saja, teh tubruk, poci, tarik, melati, mint. Setidaknya itu beberapa teh yang pernah saya minum. Teh, benar-benar tengah memb

Ini Tentang Teh dan Saya

Image
Teh. Tiba-tiba saja, ada seorang kawan yang menanyakan tentang teh dan hubungannya dengan saya. Saya pikir, begitulah arah dari pertanyaannya. What kind of question it was! Mungkin pertanyaannya itulah yang mendorong saya untuk menuliskan ini. Mungkin terdengar tak begitu penting ya, tapi tak apa karena teh memang memiliki peranan atau setidaknya menyimpan kenangan tentang hidup saya. Keluarga saya lah yang pertama kali mengenalkan teh pada saya. Dahulu sekali, ketika saya masih kecil, sebagai satu-satunya anak yang kerap dimintai tolong untuk ke warung, maka saya pun kerap menjadi sasaran si Mbah. Mbah suka meminta tolong ke warung juga. Saya sampai hafal. Setiap kali Mbah menerima uang pensiun, ia selalu memanggil saya, meminta saya pergi ke warung membeli beberapa keperluan pribadinya, termasuk teh. Teh bubuk kering cap Jangkar, itu teh favorit Mbah. Di rumah, ada tiga teko yang selalu ada di dapur. Ketiganya terpakai dan terisi. Satu teko berisi air putih panas, dua lainny

BIOSKOP

Image
Tak ada yang lebih mengasyikkan dan menyenangkan, selain menikmati suatu sajian film di bioskop! (menurut penikmat film) Sudah beberapa pekan ini ada seorang ibu yang ngotot mengajak saya nonton film. Katanya, ini salah satu film Indonesia yang bagus. Selain itu, ini film yang nyikologi, jadi menurutnya perlu saya tonton. Hm, saya manggut-manggut saja. Seorang teman langsung mencari jadwal film di internet. Kalau rencana tersebut jadi, maka ini menjadi kali ke sekian saya pergi ke bioskop. Saya bukan tipe orang yang suka nonton di bioskop. Semenjak kuliah, pertama kalinya saya pergi ke bioskop lantaran diputarnya film Laskar Pelangi. Kemudian karena dibujuk ibu kost dan anaknya, saya juga pergi ke bioskop menonton Ketika Cinta Bertasbih. Saat ulang tahun saya dan Devi, kawan saya, teman-teman minta untuk ditraktir ke bioskop. Alamak... Dan terakhir saya ke bioskop adalah ketika ada undangan launching film dokumenter bertema sosial, itupun hitung-hitung bonus dari kantor. Karena j

Saya Harus Belajar Terbuka

Memang melegakan, ketika kita mengatakan secara apa adanya, apa yang benar-benar kita rasakan. Mungkin begitulah yang saya rasakan. Hari ini, rencananya akan ada rapat koordinasi Yayasan. Saya sudah malas sebenarnya, mengingat teman-teman di tim saya hampir semuanya mengonfirmasi tak bisa datang. Lalu apa artinya sebuah rapat koordinasi kalau hanya diikuti oleh saya, sekretaris, staf fundraising dan seorang anggota tim saya? Ah, rasanya tak akan berbeda pembahasannya dengan apa yang terbahas hari Senin kemarin!  Begitu pikir saya. Maka, saya baru meninggalkan kantor ketika rapat akan dimulai. Ya Tuhan, saya malas sekali melangkahkan kaki! Saya sempat mengulur waktu untuk sampai di Jalan Rereng Adumanis. Sebenarnya, saya tak mau ditagih macam-macam. Rasanya lelah, ketika saya diburu oleh sesuatu yang belum jelas. Bekerja dengan ritme cepat dan kadang sangat tiba-tiba, serba mendadak. Ah, bukan tipe saya sekali! Ditambah dengan penumpukkan tugas di bahu saya. Lelah. Ketika berada dal

BUCKET LIST #4

Pas lagi nganggur di kantor, saya ngorek-ngorek folder di Kirakira yang berantakan. Ee, saya nemu ini: 1.     Lulus kuliah S1 2.   Write one book before graduation 3.    Got a job! 4.   Punya tabunga 5.    Learn about Islamic Psychology and Women 6.    Hafal juz 30 (it’s a MUST!) 7.    Give a smile to my parents, my family… 8.    Menjelajah bumi Allah  9.    .................................................... Saya nulis ini di bulan April :) Alhamdulillaah, ternyata beberapa telah menjadi kenyataan, ada juga yang tak sanggup saya tuliskan di sini. Meskipun ada yang belum menjadi nyata, saya ingin terus berusaha! November 2011 (^.^)/

dan seperti biasanya...

Entah apa yang salah dengan diri saya! Ada seseorang yang ternyata membohongi saya dan rekan-rekan saya selama hampir dua bulan. Seorang anak berusia enambelas tahun. Saya bertemu dengannya pada suatu malam, sesaat setelah menerima telepon dari Pak Satpam bahwa ada tamu yang datang. Hampir jam dua dini hari. Dengan langkah kaki yang berat dan mata yang masih belum bisa dibujuk agar awas, saya bertemu dengannya, di antar oleh dua orang pihak berwajib. Saat itu, ia tak membawa apa-apa. Hanya menggunakan sehelai kaus, bercelana pendek, dan bersandal. Itu saja. Tak ada aksesoris yang dipakai. Dari nafasnya yang tersengal-sengal, saya tahu kalau dia habis berlari. Lantas, saya melalui hari bersama gadis ini. Merangkul pundaknya ketika ia berteriak ketakutan, sesekali mendengar ceritanya, menungguinya masak, menonton tv bersama, melaksanakan shalat berjamaah, memarahinya lantaran ia tak bisa tenang, mengacuhkannya lantaran tugas yang menumpuk. Hingga datanglah hari ini. Dengan sangat s