Bali #8 : Lucky!

Agak sulit traveling ke Bali kalau kamu bukan bikers!

Ini yang terjadi padaku. Informasi yang kudapat dari Pak Gde (Pak De), penjaga hotel, dari tempatku menginap menuju ke Kuta butuh waktu kurang lebih 1 jam. Itu kalau naik angkutan umum. Pertama harus naik bemo (angkot) dari Terminal Ubung, lalu menyambung naik bis ke Kuta. Repot. Jumlahnya terbatas pula. Jadi kucoret Kuta dari daftar tempat yang ingin kukunjungi di Bali. Itu artinya, kucoret pula impian memotret lembayung senja di Kuta untuk kuhadiahkan pada teman yang suka sekali lagu Lembayung Bali-nya Saras Dewi. 


Aku hanya punya hari Minggu untuk berjalan-jalan di Bali. Dan artinya, tak banyak tempat yang bisa kukunjungi. Tentu akan lebih mudah kalau aku bisa mengendarai sepeda motor. Di Bali, sama halnya seperti di Yogyakarta, banyak sekali penyewaan sepeda motor. Tarif per harinya sekitar Rp.70.000,-. Tapi temanku sesama peserta seminar dan workshop di Dhyana Pura mendapat tarif Rp 55.000,- saja per hari karena menyewa banyak sepeda motor untuk beberapa hari. Ia akan menikmati Bali dengan teman-teman sekampusnya dari Univeristas Muhammadiyah Surakarta. Aku tak ingin jadi obat nyamuk di antara mereka. Aku akan berjalan-jalan sendiri saja. Ah, apa aku meminta Pak Gde supir ojek untuk mengantarku jalan-jalan seharian? Hm, tentu besar sekali ongkos yang harus kukeluarkan. Tidak, tidak. Lalu?

Lalu sore kemarin (1/3) dosenku yang juga ikut acara yang sama mengajakku turut serta berkeliling Bali hari Minggu besok. Katanya, dosenku dan dua orang temannya sudah menyewa sebuah mobil. Aku bisa ikut kalau aku mau. Tentu tak kutolak! Ini namanya rezeki! How lucky I am!

Meski kakiku masih sulit diajak berjalan, tapi pagi ini kuseret ia keluar hotel. Pak Gde sudah siap di pos ojek. Kuminta ia mengantarku ke hotel tempat dosenku menginap. Tepat pukul 07.00 WITA, aku, Ibu Sri (dosenku), Ibu Eka dan Ibu Rinta sudah duduk di dalam mobil Avanza. Bli (mas) Komang yang mengendalikan kemudi. Aku masih belum tahu akan diajak berjalan-jalan kemana. Aku percaya sajalah yang penting aku bisa melihat sisi lain Bali selain daerah Dalung dan Pidada yang dua hari ini kuakrabi.

Kami berjalan menuju daerah perbukitan, ke Bedugul, tempat di mana ada danau yang cukup dikenal. Perjalanan yang menurut perhitungan Bli Komang bisa dilalui dalam 2 jam, kami lalui hanya dalam waktu 1 jam saja. Kami melewati perkebunan durian dan sayur-mayur. Deretan bukit ada di kiri dan kanan jalan. Di kejauhan tampak Gunung Batukaru berdiri gagah. Bentuknya masih kerucut sempurna. Kata Bli Komang, Gunung Batukaru adalah gunung aktif yang belum pernah meletus. Pantas bentuknya masih kerucut sempurna begitu! Indah!

Udara dingin nan segar menyambut kami begitu kaki keluar dari dalam mobil. Ya, kami sampai di Ulun Danu Beratan, salah satu daya tarik wisata di Bedugul. Di dalam komplek daya tarik wisata ini, terdapat Pura Penataran Beratan. Daya tarik wisata ini rapi dan bersih. Rupanya meski hanya membayar Rp 5.000,- sebagai tiket masuk, pihak pengelola sangat memperhatikan kebersihan dan keindahannya. Jadi para wisatawan bisa betah berlama-lama di sini. 

Tak lama kami menikmati keindahan pagi di Pura Penataran Beratan. Perjalanan kami lanjutkan menuju Tanah Lot di selatan Pulau Dewata. Di perjalanan, tergiur oleh ujaran Bli Komang, kami menepikan mobil di depan kios kecil yang menjual durian. Kata Bli Komang, Bali punya varietas durian yang unggul, namanya durian kani. Ukuran dagingnya besar dan bijinya kecil seperti durian montong. Rasanya manis dan tak lembek. Dijual per kilo. Ibu Rinta mentraktir kami. Ini syukurku yang kesekian pagi hari ini. Yeay!

Setelah puas menikmati durian kani, kami melanjutkan perjalanan. Tujuan kami sebelum ke Tanah Lot adalah Alas Kedaton. Di sana ada Pura Kedaton yang dihuni sekumpulan kera jinak.  Di Bali, monkey forest yang paling terkenal adalah di Ubud. Namun karena tidak memungkinkan untuk ke sana, maka kami menyempatkan ke Alas Kedaton yang searah dengan Tanah Lot. Ibu Rinta sedikit ketakutan ketika mobil kami masuk ke dalam areal Alas Kedaton. Ia meminta untuk segera keluar dari Alas Kedaton dan memilih untuk melanjutkan perjalanan ke Tanah Lot. Aku agak kecewa. Kuingat janjiku sendiri dan candaanku pada Mba Nurul Noe bahwa kalau aku ke Bali suatu hari nanti, aku akan sempatkan menyapai para macaca itu. Hari ini hal itu tak menjadi nyata.

Tanah Lot hari itu ramai dan matahari sangat terik ketika kami sampai. Ombak bergulung-gulung di kejauhan dan pecah ketika bertemu karang yang banyak jumlahnya di sana. Aku terkagum-kagum pada bentangan langit, lautan, tebaran karang beragam ukuran, juga pura yang berdiri di atas karang. Ibu Rinta bilang, di salah satu sisi Tanah Lot dijagai ular belang. Menurut mitos, ular itu akan sangat berbahaya bagi mereka yang memiliki niat jahat di hatinya. Aku tak berani mendekat. Bukan karena ada niat buruk di hati, tapi karena aku takut setengah mati pada ular. 

Berjalan dengan ibu-ibu tentu berbeda dengan berjalan dengan teman-teman sebaya. Lebih banyak waktu yang digunakan untuk mampir dari satu toko souvenir ke toko souvenir lainnya ketimbang menjelajah setiap sudut Pura Tanah Lot. Entah sudah berapa toko yang kami sambangi. Aku hanya senyum-senyum saja dan maklum. Berkali-kali pergi dengan ibu-ibu membuatku paham, bahwa ketika usia kita makin dewasa, banyak hal yang akan kita pikirkan. Terutama bagi perempuan yang tak pernah lepas memikirkan orang lain. Ketika pergi ke suatu tempat, perempuan yang sudah mapan akan memikirkan akan membawa apa saat pulang nanti agar orang-orang yang disayangi merasa bahagia dan diperhatikan.

Pukul 14.00 WITA. Kami menuntaskan perjalanan kami di Tanah Lot dan mulai bergerak ke Kuta untuk makan siang sebelum akhirnya mengantarkan ketiga ibu ini ke Bandara Ngurah Rai. Kami mampir di warung pecel, tempat makan yang murah meriah di Kuta. Kami juga menyempatkan diri ke Discovery, sebuah pusat perbelanjaan yang terintegrasi dengan Pantai Kuta. Hanya lima menit saja kami di sana sebelum akhirnya benar-benar menyudahi perjalanan di Bandara Ngurah Rai.

"Titip Intan ya Bli! Tolong diantarkan ke hotel!" Begitu ujar Ibu Rinta pada Bli Komang, Bli Komang mengangguk. Aku berbisik pada Ibu Sri, berapa aku harus urunan untuk trip yang luar biasa ini. Dosenku itu menggeleng. Katanya aku tak usah membayar apa-apa. 

How lucky I am! Hari Minggu ini benar-benar luar biasa bagiku. Benar-benar beruntung bisa menikmati Bali di beberapa sisinya. Beruntung. Beruntung. Alhamdulillaah.
 

NB : aku meng-upload 4 foto Bali di photoblog-ku. Kalian bisa melihatnya di www.kuswointan.wordpress.com .

Comments

noe said…
Muehehehe... ada namaku.
Yeah.. how lucky you are bebe. Begitulah, setiap perjalanan pasti memiliki misterinua sendiri.
Unknown said…
Hehehe, dirimulah yg gw inget pas ke Alas Kedaton. Teringat kembaranku yg di Ubud itu...

Popular posts from this blog

Ketika Dolly Ditutup

10 Buku Ini...

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi