Posts

Showing posts from January, 2012

Kesabaran Itu Berat

Awal tahun ini, saya meniatkan diri untuk menengok salah seorang rekan yang HIV positif juga penderita TBC aktif. Hari itu, akhirnya saya menyempatkan diri bertandang ke rumahnya, dengan sedikit makanan di tangan. Rumahnya cukup jauh untuk ditempuh dari rumah saya, hampir mendekati perbatasan dengan wilayah Kabupaten Sumedang. Untung saya masih ingat jalan ke rumahnya walaupun baru satu kali ke sana. Beruntung juga ia sedang duduk-duduk di teras rumahnya. Ia senang sekali melihat saya datang. Beberapa waktu lalu, ia sempat memikirkan saya, begitu ia mengawali obrolan kami. Ia sempat berpikir saya sudah tidak mau lagi berteman dengannya, sudah tidak mau lagi menanyakan kabar lewat pesan singkat, pun sudah tidak mau lagi berkunjung ke rumahnya. Ia salah sangka rupanya, selama ini saya justru mencoba menelepon berkali-kali dan mengirim pesan singkat berkali-kali namun ponselnya tidak aktif. Ternyata ia sudah berganti nomor. Kami berbincang panjang. Ia bercerita kalau sekarang ia bisa me

Akhirnya Dilakukan Juga

Biasanya, hari esok itu begitu ditakutkan. Seperti kata seseorang di twitter, hari ini adalah esok yang dikhawatirkan kemarin. Ya, begitulah kita manusia. Jujur saja, sepekan ini saya takut. Saya sudah tidak bisa memegang tulang rahang bagian bawah saya. Tulang rahang bawah saya itu "tertutup". Benjolan di leher saya itu rupanya sudah mengekspansi bagian leher saya yang lain. Itu membat saya sulit tidur, sulit makan, sulit mendongak, pun menengok kalau ada yang memanggil. Semua itu jadi membuat saya takut. Akhir pekan lalu saya sudah sempat berpikir untuk melakukan biopsi seperti apa yang dikatakan oleh dokter saya tiga pekan yang lalu. Namun lantaran masa libur yang cukup menyita pula layanan masyarakat, maka saya baru singgah ke rumah sakit pada Selasa lalu, mendaftar untuk bisa biopsi, sesegera mungkin kalau bisa. Rupanya saya harus shock dengan banderol yang dipasang pihak rumah sakit untuk sekali biopsi. Duh, tabungan sudah menipis dan memang saya jaga-jaga untuk k

Di Angkot Hari Ini

Tugas saya hari ini adalah ke rumah salah seorang teman kakak saya di Gg. Sukaluyu-Katamso. Perbekalan saya sudah siap, yakni secarik kartu undangan, minuman cincau kaleng dan sekerat roti lantaran belum sarapan. Saya berjalan bergegas di Sulanjana. Di situ sudah ada satu angkot yang ngetem menunggu penumpang. Saya malas sekali kalau naik angkot yang sedang ngetem maka saya teruskan berjalan melewati kantor rektorat ITB. Angkot yang ngetem tadi mengikuti, akhirnya saya naik. Sepi. "Sepi euy !" Ujar Pak Supir. Saya yang baru naik menanggapi. "Iya ya Pak, sepi. Liburan." Angkot Cicahehum-Ledeng itu lanjut lagi ngetem namun saya yang memang tak sedang buru-buru menikmati waktu ngetem sambil sarapan. Tak disangka, Bapak Supir tadi mengajak saya mengobrol, ia juga menyapai rekan-rekannya sesama supir angkot dengan sapaan yang sama,  terkait sepinya tarikan kalau sedang hari libur begini. Sampai Katamso, penumpang di dalam angkot itu hanya saya seorang diri. Sesekali

IK

Bahkan ternyata, bukan hanya kepada Ibu saya harus membalas budi sepanjang hayat. Masih teringat lima tahun yang lalu. Seperti biasa, saat sore hari menjadi saat bagi saya dan Bapak untuk berbincang. Hari itu istimewa, Bapak mengajak saya berjalan-jalan naik motor ketika saya telah melepas status sebagai siswa berseragam putih-abu. Saya akan jadi mahasiswa. Bapak mengajak berkeliling kota, hanya berkeliling saja, tanpa mampir ke sana- ke mari. Bapak seperti ingin menikmati waktu-waktu terakhir bersama saya sebelum saya merantau ke Bandung. "Tenyata, Intan mau kuliah juga ya." Ujar Bapak sambil terus menyetir motornya. Saya tersenyum saja. "Tadinya Bapak pikir Intan udah aja sekolahnya, eee ternyata mau ikutan yayu-yayunya kuliah... " Saya masih tersenyum, sampai ketika Bapak bilang kalau sebenarnya ia tak lagi sanggup membiayai kehidupan kami, apalagi ditambah saya yang keukeuh ingin kuliah juga. Saat itu, kakak pertama saya masih berstatus sebagai guru honorer

Terlalu

Rupanya, banyak juga yang perhatian dengan diri saya, dari komentar sederhana macam kamu kok kurusan sih? Ah yang ini sudah terlalu biasa (yang luar biasa kalau ada yang komentar macam, aiiihh, Intaaan! Pangling aku! Pipi kamu tambah tembem aja! -dan itu sangat jarang terjadi sepanjang hidup saya), atau kamu keasyikan cari uang ya Tan? Wah, workaholic sekarang mah yaa , atau oo, jadi setelah lulus kamu mau gawe aja, gak kepikiran S2 apa?, atau ih, baju kamu bagusan sekarang, pasti pinjem baju yayu-mu ya?  Yeah, bentuk perhatian macam komentar di atas sering banget mampir di telinga saya, walaupun tidak saban hari. Namun ada satu komentar yang sampai saat ini melekat di pikiran saya, membuat saya ekstra berpikir berhari-hari. Komentar itu macam ini, Intan kamu tuh ya suka ga mikirin diri kamu deh! Jangan apa-apa dikerjain sendiri atuh, meuni repot liatnya. Komentar yang satu ini tak hanya satu -dua orang yang bilang, tapi beberapa. Saya jadi berpikir, apa iya saya begitu? Tapi tern

I'm Change

Image
Mungkin memang waktu yang begitu kejam sampai saya tak bisa mengenali tawamu, atau justru saya yang telah lama menghindar? Hari itu akhirnya tiba, hari di mana saya kembali melalui jalanan itu-jalanan yang sempat saya akrabi dua tahun lalu: Pasir Jaya. Pukul satu lewat lima belas menit, saya akhirnya sampai di Pasir Jaya, sebelumnya, setengah jam yang lalu sebuah pesan singkat masuk ke ponsel saya, bertanya: "Kakak udah di mana? Kita udah nunggu." SMS itu dari Dimas, sang Ketua Kelas pada kegiatan Smile for Children beberapa tahun lalu. Saya hanya senyum-senyum membacanya, masih sama seperti dua tahun lalu, mereka selalu hadir lebih dulu dari saya. Sudah semakin dekat dengan Masjid Al-Hujurat, tempat saya berjanji menemui Dimas dan kawan-kawannya hari itu. Duh, jantung saya berdetak tak karuan! Masihkah mereka, anak-anak itu, menyambut saya sehangat dulu? Ah! "Itu Kak Intaaaaaann!" Dari lantai atas Masjid Al-Hujurat (ternyata telah direnovasi), beberapa kepal