Posts

Showing posts from November, 2012
Bagaimana rasanya asma? Mungkinkah sesak nafas seperti orang yang tengah kena flu?  
Ada beberapa ide yang berkelebat di dalam kepalaku. Seperti ide tentang Nismara yang sempat tertunda, tentang Kirana yang datang tiba-tiba, tentang takdir yang kadang jalan ceritanya mengiris hati, juga tentang bagaimana pengalaman bisa mengubah sisi hidup seseorang secara utuh, bulat-bulat. Aku menelan ludah, terlalu banyak yang datang melintas hingga aku tak sanggup memilah akan mulai menulis apa terlebih dahulu. Harusnya hari ini aku senang tiada tara. Setelah menyadari penyakit kambuhan Kirakira, netbook- ku, ternyata masih bersarang, harusnya aku cukup antusias menjalani Piket Hari Sabtu yang digagas Teh Fika sejak sebulan lalu. Karena itu artinya, aku memiliki akses yang relatif lebar untuk menggunakan komputer kantor dan menulis. Saat ini aku memang tengah duduk di hadapan komputer satu-satunya di kantor, dan kebingungan mau menulis apa. Kubuka laman-laman facebook yang setelah lama kulihat cukup membuat jenuh. Apa yang bisa kulakukan? Update status? Tidak ah, aku sedan

FOTO

Aku sedang coba menuntaskan membaca Partikel-nya Mbak Dee. Dari kemarin sudah 300 halaman kuembat, entah berapa ratus halaman lagi tersisa. Buku yang mulanya malas kubaca, bahkan untuk kulirik sedikitpun. Dee dengan bukunya sudah sangat populer. Aku semenjak kelas satu SMP sudah memutuskan hubungan dengan Harry Potter, sekaligus pintu gerbang pemutusan hubunganku dengan sesuatu yang digandrungi orang banyak. Tapi hari itu rupanya aku tergerak juga meraih Partikel yang sudah berminggu-minggu menganggur di meja kantor, buku itu milik teman Teh Ani. Dan aku meminjamnya kini. Buku itu tentang Zarah, anak yang dididik dengan pendidikan tidak konvensional. Matanya ajaib, mata yang dibesarkan untuk merekam alam. Terlepas dari konflik-konflik yang mewarnainya semenjak kecil, tumbuhlah ia menjadi sahabat alam, menjadi mata, menjadi fotografer didikan alam. Ya, foto. Entah kapan dimulainya, aku juga tak mengerti. Di bucket list -ku yang dahulu, aku memang pernah menuliskan ingin memilik

RUANG TEMU

Ya, ruang temu, bukan ruang tamu. Kadang kita memang tak perlu bertemu untuk bisa berdialog dengan seseorang, atau sekedar untuk melihat dan meyakinkan diri kita kalau seseorang itu baik-baik saja. Terkadang kita hanya butuh satu ruang di hati untuk bisa merasakan seseorang yang kita rindu. Seperti itu saja sepertinya obat dari kerinduan. Ya, seperti itu saja. Maghrib baru saja lewat. Tak seperti biasanya ketika aku ada di rumah, aku memutuskan untuk keluar menuju warung Mak Yati yang letaknya tak begitu jauh dari rumah dan berbincang degannya, alih-alih hanya mengambil titipan termos es hari itu. Kaku. Meskipun sudah hampir dua tahun tinggal bertetangga dengannya, aku tak kunjung pandai mengobrol dengan Mak Yati, pun dengan tetangga yang lain. Terlebih lagi, aku yang terbiasa berbahasa Indonesia dan sedikit terkontaminasi bahasa Sunda, agak kesulitan untuk menanggapi Mak Yati yang berbincang dalam bahasa Dermayu yang kental. Sampai datanglah Bapak Caram, suami Mak Yati yang