Barangkali Rindu Adalah : Catatan Rasa Sail Puisi Cimanuk 2016

Pagi itu, saya yang sedang merasa sangat lega, secara mendadak jadi berdebar. Rasanya sesak dada ini hanya karena sebuah surel yang masuk ke ponsel saya. Sebuah surel dari Pak Supali Kasim, dengan subjek: pemenang lomba menulis puisi. Saya, yang notabene anak baru dalam dunia kepenulisan Indramayu dipaksa merasakan GR: wiii, gue menang?! Maka secara terburu-buru, saya unduh file berbentuk pdf itu dan meneliti nama-nama yang tertera di sana.
 
Ada 100 orang dalam daftar, dan nama saya, sudah dipastikan tidak ada di urutan juara. Rasa berdebar-debar yang tadi menghinggapi jantung saya mendadak hilang, berganti perasaan lega kembali. Tidak apa tidak menjadi pemenang, karena masuk ke dalam 100 besar! Puji syukur, alhamdulillaah. Cuma Allah yang akhirnya mengizinkan para juri handal itu meloloskan puisi saya menjadi bagian dari 100 puisi pilihan dalam ajang "Sail Puisi Cimanuk 2016". Bagi saya, ini prestasi yang kalau sekarang dipikirkan agak kurang pantas saya dapat. Tapi biarlah, semoga jadi jalan bagi saya untuk terus berlatih menulis.
 
Beberapa tahun lalu, puisi saya sempat memenangkan lomba menulis puisi yang diadakan  sebuah penerbitan minor di Yogyakarta. Saya dapat e-sertifikat dan voucher penerbitan seharga 500 ribu. Apabila ini layak disebut prestasi, maka sebutlah prestasi. Namun setelah mengikuti lomba di penerbitan minor, saya agak memilih mengikutsertakan tulisan dalam lomba-lomba. Saya tidak mengejar karya saya diapresiasi dan diberikan hadiah atau bukti penerbitan atas karya saya yang dibukukan. Saya lebih menghargai sebuah proses yang digadang oleh tuan-puan juri senior dan kompeten dalam suatu bidang. Maka ketika mendapat informasi puisi saya masuk ke dalam 100 besar dari 1000 sekian peserta di Sail Puisi Cimanuk, saya benar-benar merasa beruntung.
 
Barangkali rindu adalah pusara rasa terakhir yang bisa kutatap lewat julur-julur ranting flamboyan yang rebah menyentuh retak wajahmu. Belasan tahun lalu, aku adalah bocah kecil yang gembira melayarkan satu dua perahu kertas. Kubayangkan ia mengarus lurus, menjumpa kapal-kapal yang bergerak perlahan menjauh, bertemu lautan.

 
Ini persoalan rindu yang kerap membuat saya tersiksa, membuat saya sering terpukau atas ketidakpahaman saya memaknai waktu yang terus bergulir di sekitar Cimanuk, di keluasan Indramayu. Maka bagi saya puisi "Barangkali Rindu Adalah" merupakan percikan ketidaktahuan saya atas beragam peristiwa yang melingkupi Cimanuk. Adalah rindu sebagai satu-satunya senjata yang saya andalkan untuk menguraikan Cimanuk.
 
Dan, ketika pada akhirnya bukti terbit "Cimanuk, Ketika Burung-Burung Kini Telah Pergi" diberikan kepada saya oleh maestro puisi Indramayu, saya malu sekali. Malu atas pintalan kata yang "cetek", yang belum bias menangkap ide dan mengolahnya dalam kajian kritis dalam bingkai kata-kata. Malu karena saya tidak banyak menulis puisi. Malu karena pada akhirnya saya mendapat tuntutan lebih untuk bias berkarya lebih.
 
Jadi barangkali, "Barangkali Rindu Adalah" merupakan suatu bentuk perasaan malu saya, menginjakkan kembali kaki yang telah lama pergi ini, di Tanah Wiralodra.
 
 
 
: Purnawarman, 18 Desember 2016
 
 

Comments

Popular posts from this blog

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi

Ketika Dolly Ditutup

10 Buku Ini...