Tasseography

Mulai untuk mempelajari teh. Lantaran sebuah tantangan yang datang dari seorang kawan untuk membuat sebuah antologi tentang teh, saya memutuskan untuk membeli buku mengenai teh. Terlalu berlebihan memang, tapi saya perlu referensi yang cukup agar bisa menuliskannya, bukan sekedar menulis kesan pribadi saya mengenai teh saja, atau sebatas pengalaman-pengalaman dari setiap sesap teh yang pernah saya nikmati.

Sore itu, saya membaca buku tersebut, buku kecil yang memasang judul yang biasa menurut saya: The Magic of Tea. Lihat, biasa sekali bukan judulnya? Namun, buku tersebut membuka cakrawala bagi saya mengenai teh. Dulu, saya hanya sekedar penikmat teh yang hanya mengetahui asal teh yang saya minum sebagian besar merupakan produk dari PTPN VIII, sebuah perkebunan milik negara yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Sayapun hanya tahu beberapa jenis teh saja, teh tubruk, poci, tarik, melati, mint. Setidaknya itu beberapa teh yang pernah saya minum.

Teh, benar-benar tengah membuat saya jatuh cinta terhadap perjalanannya yang sangat panjang, terhadap catatannya yang mampu membawa perdamaian maupun pertikaian. Teh, merupakan bahasa universal yang bisa dinikmati siapapun.

Lantas tasseography muncul dalam beberapa lembar buku kecil tersebut, menyita perhatian saya. Saya memang tak percaya pada ramalan, namun saya tetap membacanya. Lucu. Tasseography mengawinkan meditasi dengan psikologi, menurut saya seperti itu. Lapangan tasseography tak ubahnya dengan lapangan psikologi yang seringkali menyudut pada persepsi. Setiap kita, pasti mempersepsi setiap hal dalam hidup. Begitupun tasseography. Dalam tasseography, selain persepsi individu, ketenangan dan pemfokusan pikiran juga turut mempengaruhi hasilnya. Begitulah tasseography, satu hal lagi tentang teh yang baru saya ketahui.

Membaca tentang tasseography ternyata memberi saya kesempatan untuk belajar satu hal lagi dalam hidup ini. Pikiran kita, alam bawah sadar kita saya akui dapat mempengaruhi kepribadian yang kita bangun. Dapat mempengaruhi besar-tidaknya ikhtiar kita dalam menjalani hidup ini.

Teh, nyatanya mengajari kita sesuatu. Bahwa menyesap secangkir teh tak akan terasa nikmat apabila dilakukan dengan tergesa. Itu hal pertama yang bisa kita terapkan dalam hidup, bahwa hidup harus dinikmati dalam-dalam, bahwa hidup akan lebih bermakna bila tak dijalani dengan tergesa.



13 November 2011

Comments

Popular posts from this blog

Ketika Dolly Ditutup

10 Buku Ini...

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi