BIOSKOP

Tak ada yang lebih mengasyikkan dan menyenangkan, selain menikmati suatu sajian film di bioskop! (menurut penikmat film)

Sudah beberapa pekan ini ada seorang ibu yang ngotot mengajak saya nonton film. Katanya, ini salah satu film Indonesia yang bagus. Selain itu, ini film yang nyikologi, jadi menurutnya perlu saya tonton. Hm, saya manggut-manggut saja. Seorang teman langsung mencari jadwal film di internet.

Kalau rencana tersebut jadi, maka ini menjadi kali ke sekian saya pergi ke bioskop. Saya bukan tipe orang yang suka nonton di bioskop. Semenjak kuliah, pertama kalinya saya pergi ke bioskop lantaran diputarnya film Laskar Pelangi. Kemudian karena dibujuk ibu kost dan anaknya, saya juga pergi ke bioskop menonton Ketika Cinta Bertasbih. Saat ulang tahun saya dan Devi, kawan saya, teman-teman minta untuk ditraktir ke bioskop. Alamak... Dan terakhir saya ke bioskop adalah ketika ada undangan launching film dokumenter bertema sosial, itupun hitung-hitung bonus dari kantor.

Karena jadwal yang relatif senggang di kantor, kawan saya mengajak untuk menonton. Ada dua pilihan film yang mengganggu, Perfect House dan Pengejar Angin. Saya pilih Pengejar Angin sajalah, saya sudah berjanji akan menonton Perfect House dengan si ibu.

"Awas ya Tan, jangan tidur! Sayang!" kawan saya mengingatkan, sementara mata saya sudah hampir layu.

*****

Dulu, di Indramayu juga ada bioskop. Sekarang sih memang sudah tidak ada, sudah bangkrut bahkan sejak saya belum lulus sekolah dasar. Dulu, Bapak sering sekali membawa tiket bioskop. Seorang teman Bapak bekerja di bioskop, ia sering memberi Bapak tiket. Bapak senang sekali memberikan tiket sebagai oleh-oleh. Kami, anak-anaknya akan diajak Bapak menonton, kadangkala bahkan Bapak tidak ikut serta.

Suatu kali, saya dapat giliran untuk 'menikmati' tiket tersebut. Maka sore itu, saya, kakak, dan Mamah pergi menuju bioskop, namanya Odeon. Waktu itu yang sedang diputar adalah film Cina. Entah bagaimana awalnya, saya tiba-tiba menjerit-jerit, minta pulang padahal film baru beberapa menit dimulai. Jeritan saya tentunya membuat orang-orang di bioskop terganggu, Mamahpun sibuk menenangkan saya. Namun saya tetap menjerit minta pulang. Ya, pada akhirnya kami keluar dari gedung bioskop itu.

Semenjak itu, saya tak pernah lagi menginjakkan kaki di bioskop.

*****

Di Bandung inilah, saya kembali bertemu bioskop, mencoba bersikap ramah terhadapnya. Namun tetap saja, saya tidak bisa betul-betul menikmati bioskop. Setidaknya, kali ini saya tidak lagi menjerit-jerit. Iyalah, saya sudah besar begini, rasanya malu kalau begitu. Ketika ke bioskop, saya hanya menahan-nahan untuk ada di sana sampai film berakhir. Dan seringkali justru tertidur.



12 November 2011



Comments

Popular posts from this blog

Ketika Dolly Ditutup

10 Buku Ini...

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi