Stop! Jangan Mengeluh!

Seperti yang telah saya prediksikan sebelumnya, bulan Juli memang menjadi bulan yang cukup berat bagi saya. Saya harus akui itu. Dimulai dengan agenda pelatihan di kantor yang menupuk, persiapan pernikahan kakak, dan agenda yayasan yang juga harus dikejar. Ya, Juli menjadi bulan pembuktian bagi saya.
Nyatanya, Juli lebih dari sekedar agenda-agenda di atas. Saat sedang asyik mempersiapkan acara pelatihan IOM sebelum kepulangan saya dalam rangka persiapan pernikahan kakak, saya justru jatuh. Kondisi badan rupanya tak mau kompromi. Jadilah saya tepar.

Hari-hari berlalu, agenda IOM, pernikahan kakak, dan workshop di Sumedang terlaksana sudah. Kini, agenda lain yang harus dikejar.

Saat sedang mempersiapkan diri mengambil data skripsi dan mempersiapkan agenda yayasan, teman saya menggoda dengan menawarkan pekerjaan di sebuah sekolah dasar swasta di Lembang. Tanpa pikir panjang dan memang tidak menaruh harapan, saya turut melamar, yang pada akhirnya, saya menjadi bagian di sekolah tersebut, menjadi pengajar. Kaget tentu saja, karena hari itu juga saat saya tengah mondar-mandir membereskan proposal dan laporan kantor, harus segera ke sekolah. Weii, saya masih harus mengonsumsi obat, saudara-saudara! Suara saya pun tengah hilang. Dan ternyata sekolah mendaulat saya untuk mengajar keesokan harinya. Mantappp!

Saya pada akhirnya harus sedapat mungkin memutar otak untuk membagi fokus antara yayasan, kantor, skripsi dan sekolah yang saya akui memang tidak mudah. Bayangkan, pagi hari saya harus memainkan peran sebagai seorang guru, siang hari saya berhadapan dengan proposal yayasan dan isu-isu kesehatan, sore hari saya harus menghadapi klien di sekitar Dayeuhkolot. Perjalanan yang cukup mengagumkan antara Jalan Riau-Lembang-Cikutra-Dayeuhkolot, yang meliputi hari-hari saya sepekan ini, ditambah kesehatan yang belum optimal. Rasanya, waktu istirahat di malam hari saja tidak akan cukup. Bisa, saya bisa mengeluh sebenarnya tapi tidak.

Untuk apa? Toh, tak akan memperbaiki kondisi kesehatan saya. Toh, akan seperti itu juga hari-hari yang harus saya lalui.

Saya teringat seorang kawan, yang turut mewarnai diri saya. Namanya Fauzan Akbari. Kami bertemu lewat dunia maya ketika saya SMA. Kepadanya saya ceritakan seluruh aktivitas, seluruh hal remeh-temah tentang ketidakmampuan saya menghadapi hari-hari. Pada awalnya ia memang memberi porsi yang cukup besar bagi saya bercerita, namun ada sesuatu yang saya tangkap agak berbeda beberapa bulan setelah saya mengenalnya.
Ia memarahi saya. Ia memojokkan saya yang selalu mengeluh. Bukan, bukan karena ia lelah mendengarnya, namun karena saya tidak bisa memperbaiki keadaan saya sendiri dengan mengeluh. Bayangkan, waktu beberapa bulan saya habiskan dengan percuma oleh keluhan-keluhan tanpa ada ikhtiar perbaikan atau kesyukuran.

Pada awalnya saya memang agak kecewa, namun memang begitulah adanya. Fauzan hanya ingin saya melihat kehidupan saya dari sisi lain, bahwa ada banyak anugerah yang lebih layak disyukuri dibanding sekedar mengeluhkan sesuatu yang sebenarnya sungguh mematahkan harapan.

Bukankah Allah sendiri yang menjanjikan bahwa Ia tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum kaum itu mengubah dirinya sendiri? Mengeluh tidak mengajarkan kita seperti itu. Keluhan tidak akan menjadi pemantik bagi semangat. Bukankah Allah telah menyuruh kita untuk merenungi, nikmatNya yang manakah yang kamu dustakan? Karena seberat apapun suatu persoalan, sepayah apapun keadaan kita, seburuk apapun hari yang harus kita lalui, pasti ada sesuatu yang Allah sisipkan agar kita mengambil pelajaran, agar kita bersyukur. Karena bukankah Allah telah menguatkan kita, akan adanya kemudahan setelah kesulitan? Jadi untuk apa mengeluh, kalau Allah saja sangat yakin mendelegasikan kita sebagai khalifah di bumi?

Mengeluh hanya menguras energi. Kalau kau lelah, tersenyumlah. Tersenyumlah, karena Allah menghitung kepayahanmu kawan.

Wallahua'lam bishshawaab.
sebuah catatan bagi diri sendiri, 28 Juli 2011
menemukan satu catatan di cangkircangkir, sebuah catatan yg sempat terlupa.


Comments

Popular posts from this blog

Ketika Dolly Ditutup

10 Buku Ini...

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi