Di Suatu Hari untuk Anak-Anak
Malam semakin larut. Semula, ingin kukabarkan padamu tentang
purnama malam ini. Namun tiba-tiba hujan mengganti megahnya malam
keempatbelas. Aku masih terjaga.
Teman, kuharap
engkau membaca ini esok pagi, selepas salam kau sampaikan ke penjuru
pertiwi, ke semesta di antara kita. Ini yang membuat aku terjaga
malam-malam begini.
*****
Hai, apa kabar?
Esok mungkin akan sangat cerah, meski malam ini hujan datang tiba-tiba.
Aku (masih) meyakini hal itu ; ketika matahari mengganti mendung yang
menggantung, saat dedaunan menjatuhkan sisa-sisa hujan semalam, dan
burung-burung kembali giat menyanyi di antara hilir-mudiknya mencari
bagian rizki di bumi.
Bagaimana kabarmu? Kau belum
menjawab pertanyaanku. Kau tentu dapat menjawab, "Aku baik-bak saja",
atau "Yah, seperti yang kau lihat", atau "Belum satu keping rupiahpun
kudapat hari ini, apa menurutmu itu kabar baik?" Terserah kau saja, aku
tak akan mendikte. Namun kuharap jawabanmu adalah isi hatimu yang
sebenarnya. Bukankah itu yang seharusnya diajarkan di sekolah-sekolah?
Tunggu, apa kau sekolah?
Semoga.
Usiaku 24
tahun. Usiamu berapa? Lima? Oh, bukan... mungkin tujuh? Limabelas?
Setidaknya aku menganggapmu belum berusia delapanbelas, benar? Ini
sebetulnya tak jadi soal, karena dulu akupun adalah anak-anak, dan kata
"anak" tetap akan melekat pada diriku, bahkan sampai aku memiliki
anak-anak. Bukankah kita adalah anak orang tua kita? Namun, menurut
orang-orang dewasa, dengan segala pertimbangan yang mungkin belum bisa
kau pahami, anak-anak mereka artikan sebagai mereka yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang masih berada di dalam kandungan. Jadi,
aku tidak termasuk dalam hitungan Pemerintah dalam program-program yang
berkaitan dengan anak. Kalau kau, ya, kau termasuk di dalamnya.
Hai.
Hari ini orang berteriak dengan hingar bingar tentangmu. Katanya, hari
ini adalah Hari Anak Nasional, hari di mana seharusnya menjadi istimewa
untuk anak-anak. Dahulu, sewaktu duduk di bangku TK, aku mendapati Hari
Anak Nasionalku begitu sempurna. Bersama teman sekolah, kami melakukan
pawai, aku menggunakan baju suster. Kukira, itu sudah berlalu duapuluhan
tahun lalu. Bagaimana denganmu? Bagaimana engkau melalui Hari Anak,
satu hari yang dikhususkan hanya untukmu? Mungkinkah kau mengikuti pawai
dengan berbagai pakaian yang manis dan bagus? Apakah kau memakai
pakaian polisi? Pakaian suster seperti yang kukenakan dulu? Atau beragam
baju adat, seperti yang sering kita lihat ketika Hari Kartini?
Atau
mungkin, ada perlombaan-perlombaan yang kau ikuti dalam hari ini? Coba
ceritakan padaku, sehingga bisa kusampaikan pada dunia, ceritamu yang
menarik itu!
Tunggu, mengapa engkau justru menangis?
*****
Kakak,
aku tahu. Aku menikmati hidupku. Aku bernyanyi, meski tak tahu
bagaimana caranya. Aku berlari, kadang harus berkejaran dengan
orang-orang dewasa berseragam itu. Aku belajar, mungkin tidak di
sekolah. Karena aku belajar di bawah matahari, atau bersama hujan, debu,
yang tidak akan sama dengan sekolah anak-anak lainnya. Kakak mungkin
tahu, terkadang ada kakak-kakak mahasiswa yang membantuku belajar.
Mereka sabar sekali, meski aku dan beberapa temanku tak pernah bisa
diam. Kami ingin menyanyi saja, aku memegang ukulele, Andi yang akan
menyanyi. Bisakah kami belajar apa yang kami sukai saja?
Kakak
bicara Hari Anak. Aku bahkan baru mendengar ada hari untukku, untuk
anak-anak sepertiku. Untuk apa ada Hari Anak, Kak? Apa di hari itu kami
boleh bebas bermain? Kulihat beberapa temanku dibawa orang-orang dewasa.
Katanya, akan tampil di depan pejabat sewaktu Hari Anak. Lalu, apa lagi
yang akan terjadi di sana setelah teman-temanku itu menyanyi di atas
panggung?
Aku punya cita-cita, kok Kak. Kakak tak perlu
khawatir. Aku ingin jadi polisi kak, Dinda justru ingin jadi guru, yang
sebenarnya belum pernah ia lihat. Bisa beritahu kami bagaimana caranya
meraih cita-cita, sementara kami sungguh menikmati atap matahari itu,
klakson mobil, warna-warni lampu lalu lintas, hujan, suara-suara kami
yang katanya tak bagus, dan ukulele yang setia menjadi teman kami? Bisa
kakak beritahu aku bagaimana caranya?
*****
Angkutan kota yang kunaiki melaju. Engkau duduk tepat di pintu, berlagu.
*catatan untuk diri sendiri, yang belum bisa melihat persoalan.
Malam hari tanggal 23 Juli 2013. Dan sekalian, Selamat Hari Anak, anak-anak!
Comments