Pak Djarot #2

Jreng jreng... Saya menulis tentang Pak Djarot lagi. Hobi amat? I do nothing for him, exactly. Siapa sih beliau? Tepatnya, beliau adalah orangtua saya ketika di sekolah dulu. Sudah kurang lebih delapan bulan ini beliau sakit.

Tadi, saya baca postingan salah seorang kawan SMA, sebut saja namanya Fajar. Beliau bilang Pak Djarot kurus sekali, hanya sekitar 30 kilogram saja beratnya (walah, lebih 'ndut' saya!) karena beliau rada ogah makan. Mungkin memang selera makannya menurun drastis, atau mungkin memang sakit yang tak tertahankan.  Saat ini, beliau kembali ke rumahnya yang di Indramayu. Saya jadi berpikir, siapa yang akan menjaga beliau di sana, sementara tak ada keluarga satupun di Indramayu? Hm, mudah-mudahan tetangganya digerakkan hatinya untuk selalu membantu Pak Djarot, seperti yang selama ini mereka lakukan. InsyaAllah.

Aaah, tiba-tiba saya jadi teringat kejadian beberapa hari yang lalu. Saya bermimpi, saudara-saudara! Dalam mimpi saya tersebut, dikisahkan bahwa saya sedang tidak sehat alias sakit. Lantaran tidak punya kerabat dekat di Bandung, saya bedrest di shelter kantor. Ketika keluar kamar, jreng jreng... dari balik pintu muncullah wajah guru-guru SMA saya, namun hanya 2 wajah yang betul-betul saya ingat. Kedua wajah itu adalah milik Ibu Yati dan Pak Djarot. Saya kaget luar biasa, karena walaupun dalam mimpi, saya sadar dengan pasti Pak Djarot itu sakit. Namun dalam mimpi saya, beliau justru sehat wal'afiat. Saya sampai terharu, Pak Djarot kok rela-rela nemuin saya ya? Saya yang jarang sekali ingat dengan mimpi, harus mengingat mimpi kali ini. Mimpi yang hampir mirip dengan mimpi saya ketika Bapak masih hidup.

Saya simpulkan : mungkin Pak Djarot kangen, ingin ditengok. Saya memang sudah lama tak singgah di rumah beliau karena sibuk mengurusi diri sendiri beberapa bulan ini. Jadilah malam itu, malam Minggu, saya mengirim pesan singkat ke Pak Djarot, mengatakan kalau saya akan main ke rumahnya besok. Sayapun mengirim sms ke beberapa orang teman yang saya pikir masih tinggal di Bandung agar pergi bersama saya menjenguk beliau. Hasilnya nihil. Mungkin saya harus pergi seorang diri.

Pagi yang cerah. Saya bersiap menengok Pak Djarot dengan roti bangket di tangan. Memasuki Pal Tiga, cuaca mulai tak bersahabat. Saya lupa tidak bawa payung. Wah, kalau hujan bisa lumayan gawat! Ternyata benar, hujan turun. Saya mengurungkan niat melangkah lebih jauh. Saya tidak boleh kehujanan. Lebih dari itu, saya sudah sejak pagi ragu dan berfirasat tak akan menemukan beliau di rumahnya. Benar, beliau sudah pulang ke Indramayu.

Entah kenapa, saya sebenarnya berfirasat buruk. Seperti dulu saya berfirasat Bapak akan pergi. Namun, bukankah Allah sesuai dengan prasangka hamba-Nya? Jadi mungkin, salah kalau saat ini saya memelihara firasat buruk tersebut ya, kawan? Duh Gusti Yang Maha Melindungi, lindungi saya dari prasangka...

Mudah-mudahan diberi kesempatan untuk berbagi canda lagi dengan Pak Djarot


2 Maret 2012

Comments

Popular posts from this blog

Ketika Dolly Ditutup

10 Buku Ini...

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi