Terlalu

Rupanya, banyak juga yang perhatian dengan diri saya, dari komentar sederhana macam kamu kok kurusan sih? Ah yang ini sudah terlalu biasa (yang luar biasa kalau ada yang komentar macam, aiiihh, Intaaan! Pangling aku! Pipi kamu tambah tembem aja! -dan itu sangat jarang terjadi sepanjang hidup saya), atau kamu keasyikan cari uang ya Tan? Wah, workaholic sekarang mah yaa, atau oo, jadi setelah lulus kamu mau gawe aja, gak kepikiran S2 apa?, atau ih, baju kamu bagusan sekarang, pasti pinjem baju yayu-mu ya? 

Yeah, bentuk perhatian macam komentar di atas sering banget mampir di telinga saya, walaupun tidak saban hari. Namun ada satu komentar yang sampai saat ini melekat di pikiran saya, membuat saya ekstra berpikir berhari-hari. Komentar itu macam ini, Intan kamu tuh ya suka ga mikirin diri kamu deh! Jangan apa-apa dikerjain sendiri atuh, meuni repot liatnya. Komentar yang satu ini tak hanya satu -dua orang yang bilang, tapi beberapa. Saya jadi berpikir, apa iya saya begitu?

Tapi ternyata memang benar. Kadangkala saya memang seperti itu, tepatnya sering barangkali. Menurut saya sih belum termasuk persoalan gawat darurat yang mengharuskan saya mengubah perilaku saya tersebut, apalagi sampai harus konseling, tapi kok makin banyak saja yang mengatakan seperti itu ya?

Akhirnya, saya memang memikirkan hal tersebut. Duh, ternyata... Saya baru sadar kalau persoalan yang menyangkut diri saya pribadi seringkali terbengkalai lantaran saya "menikmati" mengerjakan pekerjaan yang sebenarnya bisa didelegasikan ke orang lain.Saya baru sadar kalau saya seringkali lelah, mungkin karena hal ini. Solusi yang terpikir oleh diri saya pada akhirnya adalah, melakukan terapi pada diri sendiri. Apa yang saya lakukan? Saya mencoba untuk membagi tugas bersama rekan sekerja atau rekan seorganisasi, dengan harapan saya bisa meluangkan waktu untuk merehatkan pikiran, untuk fokus, untuk megerjakan cucian yang menumpuk atau mendekorasi kamar kost saya yang sudah saya rencanakan sejak setengah tahu lalu.

Saya sungguh-sungguh berharap ponsel saya tak berdering terlalu sering setiap jam hanya untuk mendengarkan pertanyaan macam, Intan di mana? Bisa ke sini ga? atau Intan, gini... saya ga bisa piket Intan bisa ga gantiin? atau Intan kapan pulang ke Bandung? Ini tolong buatkan proposal atau Tan, ntar kalau ke kantor lagi bisa ga bilang ke Pak Satpam... bla bla bla. Kadang jengah, apa nggak ada orang lain ya? Hehe- dan parahnya saya sering menyanggupi untuk datang secepat mungkin ke kantor atau ke yayasan bak superman.

Beberapa hari lalu, saya betul-betul lelah. Saat itu saya belum shalat Maghrib dan masih ada yang harus dikerjakan. Lantaran waktu Maghrib sudah mepet, saya meminta tolong pada salah seorang rekan untuk menemui ibu-ibu Polda selepas mereka berbincang dengan ibu-ibu atasan kami.
"Wah, kamu aja lah Tan... saya nggak bisa euy kalau harus nanya ke ibu-ibu Polda...".
"Ya elah, cuma nanya doang. Saya belum shalat, bisi pas saya shalat mereka pulang... cuma gitu doang kok..."
"Kamu aja lah... hehe."

Hft, saya mengelus dada saja. Jadi, saya bukan terlalu baik atau kerajinan, atau ngotot untuk mengerjakan apa-apa sendiri. Saya cuma kesulitan untuk percaya, atau mungkin memang ada yang salah dalam cara saya meminta bantuan. Wallahua'lam bishshawaab.


menahan-nahan lelah hati -lebay-
11 Januari 2012 

Comments

Popular posts from this blog

Ketika Dolly Ditutup

10 Buku Ini...

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi