IK

Bahkan ternyata, bukan hanya kepada Ibu saya harus membalas budi sepanjang hayat.

Masih teringat lima tahun yang lalu. Seperti biasa, saat sore hari menjadi saat bagi saya dan Bapak untuk berbincang. Hari itu istimewa, Bapak mengajak saya berjalan-jalan naik motor ketika saya telah melepas status sebagai siswa berseragam putih-abu. Saya akan jadi mahasiswa. Bapak mengajak berkeliling kota, hanya berkeliling saja, tanpa mampir ke sana- ke mari. Bapak seperti ingin menikmati waktu-waktu terakhir bersama saya sebelum saya merantau ke Bandung.

"Tenyata, Intan mau kuliah juga ya." Ujar Bapak sambil terus menyetir motornya. Saya tersenyum saja.
"Tadinya Bapak pikir Intan udah aja sekolahnya, eee ternyata mau ikutan yayu-yayunya kuliah... " Saya masih tersenyum, sampai ketika Bapak bilang kalau sebenarnya ia tak lagi sanggup membiayai kehidupan kami, apalagi ditambah saya yang keukeuh ingin kuliah juga. Saat itu, kakak pertama saya masih berstatus sebagai guru honorer di Indramayu dengan honor yang tak seberapa, kakak kedua saya wisuda ketika saya akan memulai masa orientasi jadi belum memiliki pekerjaan yang mapan, kakak ketiga saya baru saja masuk kuliah tahun lalu dan dua tahun sebelumnya kuliah di perguruan tinggi swasta yang biayanya aduhai. Sementara itu, adik saya akan masuk sekolah menengah pertama. Terbayanglah oleh saya beban Bapak saat itu. Maka di atas motor itu saya menangis, kalau saya kuliah di Bandung nanti, bagaimana kehidupan saya di sana?

Di satu sisi, saya tidak ingin memberatkan Bapak, tapi saya tahu diri lah, saya tahu saya belum bisa apa-apa, hasil berjualan di kelas selama ini ditambah hasil membantu pekerjaan Bapak tiap sore pada akhirnya ya untuk bayar buku dan fotokopi ini-itu, tak ada sisa untuk jadi bekal atau modal saya ketika kuliah nanti. Sore itu, saya berpikir, ya sudahlah saya tak usah kuliah di Bandung, di Indramayu pun tak apa, toh kalau di Indramayu Bapak tak perlu keluar uang untuk tempat tinggal dan uang saku saya. Saya menggeleng sendiri. Muncullah pemikiran lain, begini deh mungkin saya sekalian saja tidak kuliah, cari pekerjaan saja biar bisa bantu-bantu. Tapi saya tidak rela. Gengsi, egoisnya saya ketika itu. Sayang kan, saya sudah diterima di PTN dan uang pendaftaranpun sudah masuk.

Saya hanya diam saja saat itu. Sayapun tak bisa mengerti apa yang sebenarnya Bapak harapkan dari saya. Saya hanya tahu, saya tetap ingin kuliah.

Maka saya mengikuti hari demi hari masa orientasi mahasiswa baru. Saya tinggal di salah satu rumah kost di Tamansari, yang bagi saya cukup jauh ketika itu, berbagi kamar dengan kakak saya agar biayanya lebih murah di samping Mamah belum percaya kalau saya tinggal seorang diri. Beberapa bulan menjalani hari sebagai mahasiswa bagi saya cukup berat, dengan pengeluaran untuk fotokopi ini-itu, urunan ini-itu, keperluan masa bimbingan ini-itu, pelantikan mahasiswa baru yang perlengkapannya banyak itu... Bagi saya berat, apalagi ketika uang kiriman terlambat datangnya.

Sampai suatu hari, kabar itu datang juga. Bapak dan Mamah sepakat tidak mengirimi saya uang saku lagi. Katanya, mereka akan fokus membiayai kakak saya kuliah yang biayanya jauh lebih besar dari saya. Sementara saya? Kakak kedua saya yang akan membiayai kuliah saya. Ajaib!
"Ik bilang, Intan biar jadi tanggung jawab Ik. Mamah sebenernya pingin Ik mapan dulu, buat Intan kan masih bisa Mamah sama Bapak kejar." Begitu kisah Mamah pada saya akhirnyaa. Akhirnya, secara rutin Ik-lah yang membiayai kehidupan kuliah saya mulai dari uang saku, SPP, sampai kamar kost. Saat itu, pekerjaannya masih belum tetap, mengajar privat Bahasa Indonesia, mengandalkan panggilan orang-orang yang membutuhkan jasanya.

Tahun lalu, saya mulai jadi relawan di P2TP2A. Alhamdulillaah, saya punya penghasilan. Saat itu, Ik masih rutin mengirimi saya. Saya jadi bisa menabung sedikit-sedikit sekedar untuk ongkos pulang ke rumah atau untuk memberi uang jajan adik saya. Pertengahan tahun lalu, ternyata saya diterima mengajar di salah satu sekolah dasar. Penghasilan saya bukan lagi double tapi triple karena di samping menerima kiriman dari Ik, saya juga mereima honor dari P2TP2A dan honor mengajar. Saat itu saya berpikir mungkin sudah saatnya saya lepas dari kakak saya ini, saya tidak lagi tega terus-menerus menjadi bebannya. Maka hari itu, saya mengirim sebuah pesan singkat ke ponselnya,

Ik, sekarang Intan udah dapet honor... Masih kecil sih, tapi insyaAllah cukup. Ik ga usah kirim lagi yaa... Hehe

Ternyata, tak lama kemudian kakak saya itu membalas,
In, selama Intan belum kerja, Intan masih tanggung jawab Ik kok...

Saya belum dianggap sudah bekerja. Dan kiriman itu masih rutin dikirimnya setiap bulan. Sampai kabar kalau ia akan menikah itu datang. Saya bahagia mendengarnya namun juga sedih. Saya bahagia karena pada akhirnya kakak saya memutuskan untuk menikah, juga sedih karena saya masih menjadi bebannya. Beberapa bulan sebelum menikah, kiriman Ik tak lagi masuk ke rekening saya. Saya bersyukur. Saya kirimkan lagi sebuah pesan singkat ke Ik.

Ik, Intan diangkat jadi staf di P2TP2A. Honornya naik sih dibandingin pas jadi relawan. Hehe

Kakak saya hanya mengungkapkan kekagumannya pada saya. Saya yang merasa tidak hebat malah terharu mendengarnya. Bagi saya, Ik-lah yang hebat, empat tahun ini sudah membantu saya menjadi "seseorang".

Hari ini, beberapa hari sebelum kakak saya, Ik, menikah. Saya hanya ingin, Ik mendapat pasangan terbaik karena Ik adalah orang yang begitu baik. Saya hanya ingin ia bahagia, seperti ia membahagiakan saya selama ini. Maka apakah balasan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan? Ialah syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.


Bapak, seorang lagi putrimu akan menikah... dan karena putrimu yang satu inilah, saya bisa kuliah seperti apa yang selalu Bapak cita-citakan.  



22 Januari 2012
sepulang dari Depok, rapat walimahan Ik.
Ik, gimana caranya supaya Ik tahu kalau Intan sayang banget sama Ik?
Intan mau belajar motor Ik, kata Ik kan "Jadilah orang yang paling banyak manfaatnya". Intan pingin belajar motor, supaya bisa banyak manfaatnya buat orang lain.

Comments

Popular posts from this blog

Ketika Dolly Ditutup

10 Buku Ini...

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi