Mempersiapkan Kehilangan [Sebuah Surat]

Ini tentang kehilangan yang mungkin akan membuatku, membuat kita, bahagia.

Lucu rasanya menuliskan ini, namun malam yang dingin, juga pecahan-pecahan kejadian yang hinggap pada takdir kita hari ini membuat aku menjadi tak sabar, begitu tak sabar untuk bisa menuliskannya. Terlebih dari itu, aku sama sekali tak mengharap kau menemukan tulisanku ini, dan dari hati aku cukup bersyukur, kau tak pernah tahu alamat blog-ku. Karena kalau tidak, kalau kau kubiarkan tahu tempat beberapa hal menjadi begitu rahasia bagiku, aku yakin, ketika kau menemukan ini, kau akan tertawa terbahak-bahak, seperti biasa.

Dan aku sungguh tak mau melihat tawamu itu. Sungguh. :)

Bagaimana kalau kita mulai saja, tanpa preambule yang tak penting barusan? Ah, pagi tadi kau baru saja menyebut kata preambule itu! 

Beberapa menit lalu, sms-mu datang beruntun, kau sebut itu junk. Iya, kau nge-junk di hape-ku. Banyak sekali sampai overload. Kelebihan kapasitas dan memaksaku menghapus beberapa sms. Kau bertanya,
"Kamu ngerti aku, Tan?" dan aku tercenung. Mengerti? Bagian mana dari dirimu yang tak kumengerti? Kukira semuanya, sampai kubalas pesanmu itu,
"Bagiku, kamu tetep misteri."

Kita berdua suka Sweta Kartika, dengan cara yang berbeda. Dan sms-mu tentang Sweta tadi malah membuatku sanggup tertawa terbahak. Oke, syukurlah kalau ada yang masih bisa kita tertawai dari hari-hari yang kadang begitu menyita pikiran dan emosi. Sudah cukupkah kau mengalihkan beban pikiranmu?

Hari ini mungkin begitu berat dan menguras emosi bagimu. Aku hanya mencoba sok tahu dengan kondisimu. Sudah, jangan menangis... Besok adalah salah satu hari terbesar dalam hidupmu- hari di mana satu bagian mimpimu akan dipertaruhkan. Jadi, jangan biarkan matamu membengkak esok hari. Ah, sebenarnya aku hanya ingin membuat tulisan tentang betapa sebuah kehilangan harus disikapi dengan baik, dan betapa sebuah perpisahan akan begitu menyedihkan tanpa sempat mengucap salam perpisahan. Itu saja, mengapa kini aku menulis begitu panjang?

Tak apa, aku sedang punya banyak waktu. Lebih dari itu, aku ingin menulis tentangmu dan tentunya banyak sekali kata yang berharap bisa keluar dari area broca-ku.

Kau berkata lagi lewat sms yang kau kirim, 
"Marahin aku, Tan..." aku harus marah bagaimana? Memangnya kau berbuat kesalahan sampai aku harus marah? Tidak. Dan aku tahu, kau tahu aku tak akan marah. Ada apa sebenarnya denganmu? Setelah sms panjang tempat kau rutuki dirimu yang sendiri menghabiskan malam, setelah tangisan menemanimu, setelah Sweta kau ceritakan, setelah bertanya apa aku mengerti dirimu... Kini kau ingin aku memarahimu.

Berapa lama kita mengenal? Setahun? Kukira sudah dua tahun. Sepanjang itu pula, kita sama-sama berjuang saling mengerti, meski sulit. Hal yang paling menyenangkan adalah ketika aku menyadari ada tulisan kasat mata di keningku, dengan tulisan "available" hanya karena kau seringkali tepat mengirim sms padaku, sekedar berbagi cerita, atau mengajakku pergi. Dan entah kenapa, aku hampir selalu bisa menemanimu. Takdir? Mungkin.

Aku menikmati hari-hariku denganmu, mendengarmu bercanda dan beradu argumen dengan rekan kerja kita yang mudah di-bully itu... mendengarmu marah-marah, melihatmu tertawa terbahak-bahak, menikmati sisa hari dengan nongkrong di angkringan sana, bersama-sama belajar mengendarai motor... Ah, dengan begitu saja aku merasa memiliki seseorang. Namun kau bilang, kau cukup ragu untuk bisa menjalin persahabatan. Aku tak peduli. Namun kini, saat takdir yang belum pasti itu semakin mendekat... dalam hati, aku tak siap. Tak siap kehilanganmu.

Jahatkah aku yang memiliki doa tersendiri, yang justru berbeda haluan dengan doamu? Pada akhirnya aku menyadari kalau aku tak bisa bertahan dengan egoku. Dan aku menyadarinya pagi ini, ketika kau angkat telepon itu, ketika aku harus bersiap. Bersiap untuk tak mendengar suaramu lagi di sini.

Ya, aku tahu, semuanya belum pasti. Bisa jadi, kau memang masih akan terus di sini, hingga waktu yang tak bisa kuketahui. Namun saat ini, bukankah aku harus mempersiapkan diri kehilangan kawan bermainku? Kawan yang tak segan memarahiku, mengejekku, menertawaiku, atau tersenyum dan menangis bersamaku?

Ah, apapun hasilnya esok hari, aku berharap yang terbaik... dan sungguh aku berharap, kau bisa menggenapi impian yang telah kau nanti beberapa waktu ini. Aku lega. Aku telah siap kalau harus menemukan mejamu tanpa dirimu tengah berkutat dengan facebook atau tugas-tugas kantor.

Semoga selamat sampai tujuan, Teh... *lho?



14 Desember 2012
diiringi Owl City yang berdendang, West Coast Friendship


Comments

Popular posts from this blog

Yang Masih Anak-Anak, Yang Bijaksana [Catatan Perjalanan Krakatau : 4]

Trip to Have Fun with Kids

Indramayu dan Potensi Kebaikan