Sayap Kupu-Kupu

Waktu SMA, parah. Si saya jatuh cinta. Bukan sama laki-laki (jatuh cinta sama laki-laki mah saya akui waktu masih SMP, berlanjut sampai SMA, pada orang yang sama. Sekarang tamat.), tapi sama kupu-kupu, yang terus terang, begitu mengalihkan dunia saya. Waduh.

Iya betul. Suka sekali, cinta sekali menikmati kupu-kupu terbang berkeliaran di taman sekolah. Sampai hafal rasanya, kapan kupu-kupu itu banyak berkeliaran (lho?). Kalau sudah musim bunga, biasanya kupu-kupu bermunculan. Entah dari mana. Saya nggak pernah lihat kepompongnya di sekitar sekolah. Mungkin mereka datang dari lahan kosong dekat sekolah. Bisa jadi. Atau kepompong mereka terselip di antara dedaunan pohon mengkudu. Ini bisa jadi juga. Yang jelas, saya selalu menantikan musim ini, saat udara wangi terasa.

Kalau sudah banyak kupu-kupu yang datang (kebanyakan yang bersayap biru dan hijau, sesekali hitam dengan ukuran lebih besar), beberapa hari kemudian pasti banyak sayap kupu-kupu yang tergeletak di halaman sekolah. Ini yang saya cari. Siklus hidup kupu-kupu memang sebentar dan begitu kentara di musim bunga. Sayap kupu-kupu yang tergeletak tak berdaya itu biasanya saya pungut. Rapuh sekali, tapi mereka hebat. Bisa melawan arah angin!

Nah, untuk apa sayap-sayap itu? Saya juga bingung. Saya sekedar menikmati paduan warna dan coraknya. Bagus sekali. Indah tak terperi. Beberapa helai saya selipkan sebagai pembatas buku, beberapa lagi saya simpan. Kata teman-teman, saya kurang kerjaan, ngapain bangkai disimpan? Tapi sayap kupu-kupu nggak bau bangkai kok, apalagi sampai menimbulkan gatal-gatal. Nggak sama sekali. Itu sudah saya alami. So,saya masih menyimpan kesenangan itu sampai kuliah.

Di sinilah, saya semakin menggilai, tentunya hanya sampai tingkat dua saya berkelakuan aneh macam itu. Kuliah di Bandung membuat saya lebih sering melihat kupu-kupu. Di gedung fakultas, di pembatas antara lantai satu dan dua yang menjorok ke teras depan itu, kupu-kupu sering terperangkap. Mati di sana. Tentunya jadi banyak sayap di sana. Sayang sekali saya tidak bisa mengambilnya, terlalu sulit. Jadi saya hanya menunggu sayap-sayap itu tertiup angin dan terjatuh. Atau mengharap ada kupu-kupu yang lewat di depan saya, kemudian mati terjatuh di hadapan. Hehehe.

Suatu kali, ada seorang kawan yang memberikan kotak korek api. Apapula ini? Memberi kok kotak korek api yang enteng seolah tak berisi itu? Hft. Namun kawan ini malah senyum-senyum. Rupa-rupanya beberapa helai sayap kupu-kupu disimpannya di sana. Kaget tentu saja! Kapan coba saya pernah bilang kalau saya suka sayap kupu-kupu? Hm, baik sekali kawan saya ini, sampai tahu apa yang saya suka.

Sekarang, saya melupakan kupu-kupu saya. Entah karena apa, sayap-sayap itu tersingkir begitu saja. Hanya bersisa satu dalam Al-Quran saya. Kupu-kupu. Saya ingin seperti mereka: memberi warna pada kehidupan yang begitu singkat, menyenangkan hati setiap yang memandangnya.
Saya ingin seperti itu, seperti kupu-kupu, selalu.


22 April 2012
butterfly-guide.co.uk

Comments

Popular posts from this blog

Ketika Dolly Ditutup

10 Buku Ini...

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi