Be Independent, Be Indonesian!

Sorak sorai itu, masih terngiang sore ini.

Dimana Kita? Indonesia
Kemarin, hampir seluruh tweet yang mampir ke timeline saya, berisi tentang kutukan bagi pembantaian muslim di Mesir, juga aksi-aksi dukungan bagi Mesir yang digalang pemuda-pemuda Indonesia. Dikabarkan di beberapa media (beberapa saja, karena media nasional jarang sekali menjadikan berita seperti ini sebagai headline), ribuan massa memadati Masjid Istiqlal dan Gedung Perwakilan PBB di Jakarta, tak kurang dari 2.000 orang melaut di Pusdai hingga Gedung Sate Bandung,  bahkan hingga 10.000 orang memenuhi Tugu Nol Kilometer Kota Yogyakarta. Sementara di daerah lainnya, ratusan hingga ribuan orang juga turut aksi serupa. Oleh karenanya, kemarin ketika memantau dari balik meja kerja saya, saya mendendangkan lagu Dari Sabang Sampai Merauke :
Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau... Sambung-menyambung menjadi satu, satu dukungan 'tuk Mesir... (dengan perubahan lirik) 
Beberapa hashtag seperti #SaveEgypt , #EgyptMassacre , #WeStandTogetherForMesir menjadi worldwide trending topic. Wah, di sini, saya merasa Indonesia masih punya kekuatan untuk dapat berdiri bersama. Standing firm together againts oppression holding hands, begitu kalau Maher Zain bilang.

Seperti mimpi rasanya memperhatikan aksi tersebut. Benarkah ini Indonesia,  tanah yang katanya ber-bhineka tunggal ika? Benar, saya tidak bermimpi. Berbagai kalangan, meski sebagian besar muslim, berbaur dalam gelombang aksi yang besar, tentu besar, kalau media mau dengan jujur mengakuinya.
Di mana kita? Indonesia, tempat kebangkitan mungkin akan terjadi.

Mimpi Kemarin Sore
Kemerdekaan Indonesia, mungkin adalah impian para pendahulu kita. Impian itu kini mewujud, melintas waktu. Enampuluh delapan tahun telah bergulir. Bagi kita yang hidup saat ini, merdekanya Indonesia adalah hal yang nyata, bukan mimpi. Tak perlu kita mengangkat senjata. Bangun kesianganpun saat ini dianggap sudah sangat biasa. Bahkan, saking merdekanya, buang sampahpun bebas di mana saja. Menyerobot lampu lalu lintas atas dasar kepentingan pribadi. Melukai orang lain, bahkan seolah menjadi hak yang harus dipenuhi. Sementara menimbun kekayaan, seolah menjadi kewajiban, tak peduli dari mana muasalnya. Kita merdeka di atas standar yang kita tentukan sendiri.

Lalu bagaimana impian kita di penghujung hari ini?


Tak terbayangkan. kenyataan macam apa yang ingin kita wariskan pada generasi penerus nanti. Impian kita di penghujung hari ini, mungkin akan menjadi hal terakhir yang dapat kita wariskan pada anak-anak kita. Seperti kebanyakan impian lain yang tengah kita perjuangkan, maka impian akan Indonesia yang lebih baik, mesti pula diperjuangkan. Oleh karenanya, selepas 17 Agustus enampuluh delapan tahun yang lalu, perjuangan itu belum menemukan titik akhirnya.


Di Akhir Hari Inilah, Kita Ada
Kita tak tahu apa yang akan terjadi esok hari. Bisa saja, Mesir kembali damai sentosa seperti yang kemarin diserukan rekan-rekan hampir di seantero negeri Indonesia. Bisa jadi, Indonesia dapat menjadi negara yang mandiri, bahkan mandiri untuk bisa menyediakan beras dan kacang kedelai sendiri atau mandiri dalam mengelola setiap inci kekayaan yang nyaris tumpah ruah saking banyaknya itu. Karena bisa jadi, tak ada lagi pengelompokkan yang kaya dan miskin di negeri ini, karena semua rakyatnya sejahtera.

Ya, bisa jadi. Tergantung apa yang kita perjuangkan hari ini. Bukan sekedar sorak-sorai memeriahkan berbagai perlombaan di lingkungan sekitar, bukan sekedar mengeluhkan kemacetan yang sepele, atau sibuk merutuki pemerintah yang dianggap belum memunculkan kemajuan yang nyata. Lebih dari itu, bermimpilah yang baik-baik tentang Indonesia, negeri kita ini. Mulailah mencintainya dalam-dalam, dan terus bergerak, hingga merdeka bisa kita rasa. Karena kita ada di akhir hari ini.

Be Independent, Be Indonesian
Jadilah mandiri, Indonesia... Jadilah seorang Indonesia...
dan merdeka!


Sorak-sorai itu masih terngiang, semoga bukan lagu-lagu galau. Namun lagu-lagu perjuangan dan kalimat-kalimat positif yang singgah ke telinga kita hari ini, dan esok bila kita masih ada.




catatan selepas liputan, 17 Agustus 2013
dan seorang teman menjadikannya sebagai bahan obrolan di MuPos Malam.


Comments

Indonesia Saat ini belum medeka dari banyak hal, dan salah satu contohnya Indonesia belum merdeka hatinya, karena beberapa petinggi negara kita cenderung diam melihat pertumpahan darah yang terjadi di mesir, dan sikap beberapa media nasional yang bungkam terhadap banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi di mesir.. ( Alloh tidak tidur atas berbagai kejadian yang terjadi di mesir saat ini .. ) Allohu Akbar... !!!
Unknown said…
ya, karena perjuangan ga akan ada akhirnya :)

Popular posts from this blog

Ketika Dolly Ditutup

10 Buku Ini...

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi