KESEPIAN
Aku
mengawali malam ini dengan sebuah puisi :
Hari ini aku melihat
Helikopter melintas
rembulan
Di sisi gelap jerat
Hati yang menimbang
kesepian. (21 September 2012)
Dan
seperti biasa, kukirimkan pada beberapa orang kawan, hingga beberapa saat kemudian,
aku mendapati ponselku bergetar, sebuah pesan masuk.
Kenapa sih Teh, manusia suka
kesepian?
Begitu
bunyi pesan yang masuk ke ponselku. Pesan dari seorang adik di kampus. Aku
tersenyum. Sesungguhnya, aku tak benar-benar serius menulis puisi tadi. Aku
sedang duduk di angkot sambil membaca Sunya, sebuah antologi puisi karya Pak
Mudji Sutrisno. Karena cahaya lampu di angkot remang-remang, aku mengalihkan
pandangan ke arah jendela, menengok bulan yang tadi sempat kulihat berbentuk
sabit. Dan, aku sungguh-sungguh melihatnya, melihat sebuah helikopter melintas.
Ya, tiba-tiba saja kata-kata berhamburan jadi puisi di atas- yang akhirnya kukirimkan
juga pada adik tingkatku itu. Hm, aku jadi menimbang-nimbang untuk membalas
pesannya.
Menurutmu kenapa?
Begitu saja aku
menjawab, yang tak berapa lama dibalasnya,
Karena manusia lemah.
Aku
kembali tersenyum. Adikku yang satu ini sungguh menarik perhatianku sejak
semula. Kata-katanya, sikap yang ditunjukkannya, kerutan-kerutan di wajahnya
ketika ia tengah memikirkan sesuatu… Ah, ia memang selalu seperti itu : curious. Selalu berpikir mengapa begini,
mengapa begitu. Dan sebenarnya, kadang aku tak sanggup ada di dekatnya untuk
berbincang, karena aku tahu, aku tak pernah punya cukup pendapat atau
penjelasan akan sesuatu, dan itu artinya aku tak bisa memenuhi rasa ingin
tahunya yang banyak itu.
Ya. Pada akhirnya, ketika aku sampai di kamarku, aku
mulai berpikir. Ada apa dengan kesepian? Mengapa
terkadang kita begitu mudah mengatakan kalau kita tengah kesepian? Tak usah menilik
lagi puisiku di atas tadi. Kata kesepian di sana hanya sebagai penyelaras
akhiran –an pada baris kedua.
Kembali pada kata kesepian yang tengah kubahas.
Sebenarnya, sepekan inipun aku merasa kesepian.
Padahal baru seminggu aku tidak berangkat ke kantor. Hari pertama di minggu ini
kugunakan untuk pergi ke kampus. Dua hari berikutnya aku bahkan tak pergi ke
mana-mana, hanya berada di kamar kos ku. Dan tak menghubungi siapa-siapa untuk
bercerita, dan lagipula aku tak punya banyak cerita yang bisa kubagi selama aku
berada di kosanku, bukan? Namun di hari ketiga, aku mulai merasa tak enak, dan
butuh orang lain- berbagi. Aku kesepian.
Mungkin manusia
terlalu terbiasa dengan keramaian.
Jadi kupikir, kita hanya terlalu terbiasa dengan
keberadaan orang lain dalam hidup kita. Sehingga, kita tak sanggup ketika harus
melewati hari-hari seorang diri. Ya, tak bisa dipungkiri bahwa terkadang
kitapun menikmati kesendirian. Namun rasanya, seringkali justru kita merasa
kesepian alih-alih menikmati kesendirian kita.
Aku jadi begitu tertarik dengan orang yang sering kali
sendiri, menjauh dari keramaian. Apa yang
dilakukannya dalam kesendirian? Apa yang dipikirkannya? Apa ia tak merasa kesepian?
Kesepian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesepian
berarti keadaan sunyi; kesunyian; kelengangan. Juga diartikan sebagai perasaan
sunyi (tidak berteman dsb). Dan ya, kesepian. Kondisi ketika kita merasa
membutuhkan orang lain, namun tak menemukan siapapun di sana, setidaknya
begitulah kesepian yang sempat terlintas di benakku. Tak ada yang salah dnegan
perasaan ini, sungguh. Kita hanya terlalu biasa bersama orang lain seperti yang
tadi kubilang. Seandainya sekali saja kita dapat menikmati kesendirian seperti orang-orang yang acap menjauhi keramaian,
mungkin kita tak akan pernah merasa kesepian.
Ah, banyak sekali aku bicara. Ya, mungkin ini adalah
salah satu caraku untuk membunuh rasa kesepian, bagaimana denganmu?
Comments