Kegilaan Nomor 1

Jadi begini, saudara-saudara se-tanah air, saya baru saja menemukan kembali kegilaan itu!

Mungkin saya agak bosan mendengar pertanyaan macam ini, kapan lulus? Tapi sejujurnya, saya kangen sekali dengan bangku sekolah. Kangen duduk berderet berhadapan dengan papan tulis, kangen dengan suara guru yang lantang dan berwibawa, kangen tugas-tugas akademik yang menumpuk, kangen teori, kangen praktek, kangen buku. Intinya, kangen dengan sesuatu yang berhubungan dengan belajar. Eh tapi kenapa begitu sulit bangkit dan mulai serius skripsi ya? ---Oops.

Mari kita skip dulu persoalan yang tadi.

Kegilaan 1 : put your radio on!

Jauh-jauh hari yang lalu, bahkan ketika masih sekolah dasar, saya hobi sekali dengar radio. Dulu masih jaman pesan lagu sambil kirim-kirim atensi. Tentu, sayapun tak ketinggalan ikut kirim atensi untuk teman sekelas, sambil pesan lagu yang paling banter Katon Bagaskara, sampai yang agak kerenan antara Avril Lavigne, Steps atau Sheila on 7. Beranjak SMP, malah suka nongkrong di radio, sambil tetap kirim atensi dan pesan lagu, sampai akhirnya diberi kado radio oleh orang tua.

Dan orang tua terpaksa kaget mendengar saya menyeletuk macam ini :
"Mah, Intan pingin deh jadi penyiar radio!" Mamahpun pontang-panting tanya sana-sini gimana caranya supaya anak bungsu yang tak jadi itu (baca: saya) bisa belajar jadi penyiar. Alhamdulillaah, saya nggak pernah dapat kesempatan jadi penyiar, tapi ngisi salah satu acara talkshow radio kealaman juga akhirnya waktu SMA. Enough buat saya.

Sampai kuliah, telinga saya nggak jauh dari radio, alih-alih memutar playlist. Nah, berhubung akhir tahun lalu saya kangen buat belajar, jadi pas ada kesempatan belajar, saya nggak ragu buat melahapnya. Kesempatan itu bernama ..................... Pelatihan Reporter MQ FM.

Sebenernya sih, saat memutuskan ikut pelatihan itu, saya sedang galau. Galau mau dibawa kemana minat menulis saya. Selepas ikut pelatihan cerpen dan artikel, saya pikir dengan ikut pelatihan reporter, saya bisa dapat ilmu tentang penulisan gaya jurnalis. Benar. Dan saking benarnya, saya melongo ketika panitia bilang beberapa peserta akan dipilih untuk magang jadi reporter di MQ FM. Dan saya nggak berharap banyak di antara seabrek bakat ajaib teman-teman peserta yang lain.

Siapa yang sangka? Saya memang tak jadi penyiar, tapi saya sedang berproses jadi reporter di radio. Didekatkan dengan radio. Jadi penyiar? Saat ini saya belum terpikir ke arah sana. Saya baru berpikir untuk terjun dengan kendali, belajar reportase. Menjadi "gila" belajar reportase radio. Seenggaknya masih ada hubungannya dengan radio.

Yeap. Setelah magang sebulan, yang sempet bikin down dan menyerah, bahkan hampir kabur, ternyata saya diizinkan freelance jadi reporter MQ. Jadwal saya dua hari saja, beberapa menit saja! Tapi itu nggak berarti mudah dilakukan. Nah, di sinilah kegilaan itu menemukan pemantiknya!

Nggak mudah harus mencari berita, menyusunnya jadi enak untuk disantap pendengar, dan menghidangkannya. Bahkan, sering karena saking gugupnya jadi belepotan saat menghidangkan. Namun, belajar memang nggak pernah mudah, kan ya? Saya akhirnya mendapatkan kesempatan untuk belajar sesuatu yang baru, semoga saja ada passion di sana.

Saat ini, saya harus dapat deal dengan perasaan minder yang masih sering mampir. Kadang ingin tertawa sendiri, orang banyak yang bilang saya ini pede dan bla bla bla... mereka itu belum tahu kalau dibalik keanggunan saya ini (ceilee) tersimpan rasa minder yang luar biasa! Hmm, orang bilang jam terbang. Dulu saya nggak paham, mengapa harus jam terbang? Kenapa nggak jam jalan atau jam berenang? Entahlah. Tapi intinya, ketika telah menjalani sekian lama, terbiasa, maka di situlah dimulai titik stabilnya. Ya, saya sedang berjalan ke arah sana. Sedang menikmati kegilaan ini, kegilaan yang dinikmati, yang bisa membuat saya lebih baik. Belajar.

Teringat pesan seorang kawan setahun lalu, progression not perfection. Dan saya juga jadi ingat, sebuah cerita tentang seorang gadis kelas 1 SMP, yang kepincut Ira Kusno. Di sebuah bangsal (aula) dengan disaksikan juri dan penonton, ia membagi peran dengan seorang temannya, membacakan script berita tentang bom Bali :
Hingga hari keenam setelah peristiwa peledakan bom/ di Jalan Legian/ Kuta/ Bali/ belum seorangpun ditetapkan sebagai tersangka// Pihak kepolisian hingga kemarin/ telah memeriksa 57 orang/ berkaitan dengan kasus yang menelan korban jiwa sebanyak ...............//

Ia tersenyum kala juri memutuskan menjadikannya juara dalam ajang lomba membaca berita tersebut. Dan gadis itu, di kala sedang sendiri, hingga saat ini, acapkali mengujarkan potongan script berita yang dibacakannya hampir sebelas tahun yang lalu. 



Gadis itu... saya.





20 Maret 2013
Allah itu tentu membersamai. Andrea Hirata bilang, bermimpilah maka Tuhan akan menggenggam mimpimu. 

-akan berlanjut dengan "Kegilaan Nomor 2"

Comments

Popular posts from this blog

Ketika Dolly Ditutup

10 Buku Ini...

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi