Bertemu Kawan Lama


Ada satu cerita, tentang seorang kawan. Indra Prahara (yang oleh kami sering dibubuhi begini : Indra Prahara Prabu Siliwangi. Prahara Prabu Siliwangi dulu pernah populer di televisi).

Minggu siang yang cerah. Aku sedang asyik mengerjakan laporan kegiatan pelatihan yang sebenarnya sudah basi untuk diselesaikan. Namun tugas adalah amanah, kan? Maka hari itu aku ingin menuntaskannya, di sekre Forum Silaturahmi Aktivis Sosial yang tak jauh dari Jalan Puter. Teh Tumi ada di hadapan saya. Kegiatan favoritnya adalah men-download. Download apa saja, selama bisa mendukungnya dalam mengajar beberapa hari ke depan. Maka netbooknya yang kembaran dengan netbook-ku itu penuh berisi hasil downloadan : lagu berbahasa Inggris, buku-buku cerita berbahasa Inggris, video pengajaran berbahasa Inggris, lembar-lembar permainan berbahasa Inggris, juga film-film. Sesekali ia melirik facebook atau yahoo messenger untuk kemudian merutuki tak ada satupun yang tengah online yang bisa diajaknya mengobrol tentang berbagai hal. Aku jadi tergoda melongok halaman akun facebook-ku. Ada beberapa notifications di sana. Beberapa saja, karena aku jarang sekali update akhir-akhir ini. Hanya tadi pagi saja sempat memasukkan beberapa foto hasil jepretanku ke sana.

Indra P commented on your album

Wah? Indra!! Baru saja kemarin aku singgah ke halaman facebooknya dan menyapa ia yang baru saja bergelar sarjana tekhnik. Kubaca komentarnya dan kubalas. Senang sekali rasanya bertemu kawan lama. Kucari telepon genggamku. Kurasa Indra pernah memberi nomor teleponnya. Benar. Tertulis nama Indra di sana. Hanya dua Indra, Indra Wahyudin temanku kuliah dan Indra Nata, yang baru saja menyapaku. Kukirimkan sepotong pesan. Mudah-mudahan nomornya masih aktif!

Assalamu’alaikum Ndra! Ini Intan! Apa kabar? Cieeee yang udah jadi sarjana!

Beberapa menit berlalu. Aku kembali larut dengan laporanku yang belum juga selesai. Teh Tumi masih asyik menikmati kesabarannya mendownload. Lama, katanya. Sementara Kang Asep yang sedari kemarin bingung melihat kedatangan kami yang tiba-tiba, kini asyik juga dengan laptopnya. Melihat foto-foto pelatihan yang tadi kuberikan padanya. Sesekali tertawa ia. 

Telepon genggamku berbunyi. Tanda sebuah pesan masuk. Kubuka. Nama Indra muncul di layarnya. Wah!

Wa’alaikumussalam. Intan? Intan Kuswo? Alhamdulillah baik, Ntan! Kamu gimana?

Girang hatiku. Geli juga. Gila! Namaku yang diingatnya hanya dua potong itu: Intan Kuswo! Yeah, tapi sampai sekarangpun teman-teman lebih mengingatku sebagai Intan Kuswo dibanding harus mengingat nama asliku yang lumayan panjang. Terus juga sebenarnya untuk membedakan antara pemilik nama Intan yang satu dengan pemilik nama Intan yang lain.

Akhirnya obrolan berlanjut. Ia menanyakan sekarang aku bekerja di mana. Aku menanyakan ia sekarang bekerja di mana. Di ujung kami berkirim pesan, kuselipkan doa semoga ilmunya bisa bermanfaat. Ia pun mendoakan hal yang sama.

Mungkin karena saking senangnya, aku jadi teringat waktu-waktu yang pernah dilalui dengan Indra. Kami cuma pernah satu kelas, waktu kelas dua SMP. Hm, tak kusangka sudah sembilan tahun berlalu! Maka inilah kenangan itu…

Aku nggak pernah kenal Indra. Kelas satu, dia emang tetangga kelasku. Ya, sekedar tau. Udah. Perawakannya kecil, kulitnya putih. Senyumnya sumringah khas anak-anak banget. Ke sekolah naik sepeda, pakai tas warna hijau-kuning. Lho, aku kok tau sedetail itu ya? hm… secara sahabatku sekelas sama dia! Secara musuhkupun sekelas sama dia! Lagian, Ririn, ceweknya itu suka ngobrol sama aku. Secara kelasku dengan kelasnya itu selalu berantem! That’s it.

Ternyata… di kelas dua kami dikumpulkan sekelas. Aku, sahabatku, Ririn, juga Indra. Yeah. Aku jadi kenal siapa dia. Dia putus dari Ririn. Aku yang masih belum ngerti tentang pacar-pacaran nggak tau lah gimana rasanya sekelas sama mantan sendiri. Yang jelas, Indra ternyata didaulat jadi wakil ketua kelas saat itu. Ketua kelasnya siapa? Aku! Rasanya pingin ketawa. Indra? Jadi wakil ketua kelas?? Sungguhlah, emang nggak ada anak laki-laki yang lain, apa? Nyatanya emang nggak ada. Laki-laki di kelas 2 D cuma 11 orang, jadilah Indra yang jadi tumbal. 

Indra duduk di belakang bangkuku ternyata. Sama Sofan, yang sampe sekarang nggak berhenti aku panggil MB alias Mulut Besar alias cerewet. Oh God, temen sekelasku yang cowok emang punya karakter macem-macem lah! Cuma sebelas sih, tapi bikin ramenya ampun-ampunan. Anak-anak ceweknya juga berupa-rupa. Ini kelas paling yahud lah! Udah kayak pasar beneran. Kadang kayak terminal karena suka ada yang berantem, cewek lawan cowok. Sampe lempar-lemparan kursi (ini beneran kejadian lah). Indra pernah nangis gara-gara ini.

Suatu kali, aku dan Indra dipanggil guru piket di depan sana. Kami ambil jalan lewat tengah lapangan walaupun panas, tapi daripada ambil jalan yang lebih jauh, mending nyebrangin lapangan sekolah yang luasnya seluas satu lapangan basket ditambah satu lapangan voli itu. Dasar kami masih anak-anak, kami malah main-main di lapangan. Main jago-jagoan kalau nggak salah. Ketawa-ketiwi.

Ceritanya lain lagi waktu kami ujian semester. Karena nama kami dimulai dari abjad yang sama, tempat duduk kami depan-belakangan lagi. Lucu. Waktu temen-temen lagi asyik ngerjain soal. Kita malah ngobrol. Indra curhat tentang cewek yang lagi disukainya. Aku ketawa-ketiwi lagi. Indra merah mukanya. Tapi aku ngerasa bisa jadi temen yang bisa dipercaya sama Indra sampe dia curhat begitu ke aku.

Kelas tiga, kita pisah kelas. Tapi masih asyik temenan. Aku suka lewat depan kelasnya. Biasanya dia main sama Tyo, temen aku dari kelas satu. Dan biasanya dia sama Tyo ngejailin atau sekedar manggil Kuswo Kuswo. Aku rasa aku seneng temenan sama mereka berdua, anak-anak kecil itu (tinggi mereka kalah sama tinggi aku…).

Suatu kali, aku duduk di depan bangsal (aula). Sedang sedih. Murungnya nggak ketulungan, bahkan ada beberapa tetes air mata di sana. Tiba-tiba Indra dateng, duduk begitu aja di sebelahku. Meskipun duduk, aku tetap lebih tinggi dari dia dan ini bikin aku kepingin ketawa akhirnya.

“Kamu kenapa?” dan aku nggak jawab. Bagiku cukup. Dengan ada temen saat itu juga cukup ngebuat aku nggak mikirin masalahku lagi, jadi aku nggak perlu cerita. Selepas SMP, aku masuk SMA yang beda dengan Indra, kawanku itu. Kita jadi jarang cerita karena dulu telepon seluler itu belum populer.

Iya, sekarang Indra udah dewasa. Udah kerja dan punya gelar sarjana. Dia udah bukan anak kecil lagi kayak yang selama ini aku pikir. Senangnya bisa menemukan kembali kawan lama. Ada yang berubah, ada yang tetap sama. Indra pastilah lebih tinggi dari aku sekarang. Aku juga sekarang udah pakai kerudung, nggak begajulan kayak dulu, yang suka ngeledekin dia. Indra masih punya senyum yang sama, senyum khas anak-anaknya. Aku? Aku juga masih suka ketawa-ketawa sendiri. Indra udah punya pacar lagi. Aku? Aku tetep kayak dulu, nggak punya pacar dan nggak berpikir punya pacar.

Ah, senangnya 'bertemu' kawan lama… ya walaupun nggak ketemu langsung, tapi cukuplah…


Comments

Popular posts from this blog

Ketika Dolly Ditutup

10 Buku Ini...

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi