Indramayu dan Potensi Kebaikan

Tugu Bambu Runcing dan Pendopo Indramayu
(Dok. pribadi)

Kira-kira sudah delapan tahun saya pergi dari Indramayu untuk merantau, menempuh pendidikan serta akhirnya mendapat pekerjaan di luar Indramayu. Tidak setiap bulan saya pulang kampung untuk sekedar melepas rindu pada keluarga. Dulu, alih-alih untuk ongkos pulang kampung, saya lebih memilih untuk menghemat dengan tidak pulang. Maklum, anak kost. Lagipula, semenjak kepergian saya dari Indramayu, secara tidak langsung terputus sudah hubungan emosional saya dengan Indramayu. Barangkali ada juga yang mengalami apa yang saya alami: bingung beraktivitas apa selagi liburan di Indramayu yang terkenal dengan sebutan Kota Mangga tersebut. Secara, saat itu Indramayu tidak punya tempat hiburan alias tempat wisata. Selain itu, tidak banyak komunitas yang bisa saya ikuti di sana.


Sekitar tahun 2014, saat saya dan beberapa kawan memulai Bintang Book Corner di Indramayu, saya dapati sisi lain dari Kota Mangga ini. Indramayu rupanya mulai membenahi diri. Dulu Sungai Cimanuk di seberang Masjid Agung itu dibiarkan begitu saja seolah tidak pernah menjadi bagian sejarah yang berpengaruh di Indramayu. Sekarang, Cimanuk disulap jadi cantik. Indramayu yang semula tidak punya icon yang instagramable, tiba-tiba punya icon Taman Tjimanoek yang cantik yang memenuhi timeline media sosial. Begitupun dengan wajah Karangsong yang tiba-tiba mendapat tempat di hati para wisatawan. Tampaknya, Indramayu mulai masuk ke babak barunya, yaitu menjadi Kota Wisata yang menjual keindahan Hutan Mangrove di Karangsong. Yang tidak kalah menarik, beberapa biro perjalanan wisata swasta juga memasang paket wisata ke Pulau Biawak. Indramayu mengokohkan diri menjadi Kota Wisata. Bagi anak muda, Indramayu sekarang punya banyak alternatif tempat nongkrong yang kece buat selfie.

Di sisi lain, ternyata tidak hanya wajah Indramayu saja yang sedang merias diri. Beberapa komunitaspun  turut tumbuh memeriahkan kota di pesisir utara Jawa Barat ini. Beragam komunitas seperti Komunitas Blogger Mangga, komunitas literasi, komunitas berbasis pendidikan, komunitas lingkungan, komunitas seni dan budaya, serta komunitas sosial ikut unjuk diri untuk berkontribusi pada pembangunan SDM Indramayu. Karena bagaimanapun, seberapapun kece-nya Indramayu saat ini, perlu didukung dengan SDM yang juga kece. Data statistik menunjukkan, hingga tahun 2014, Indeks Pembangunan Manusia Indramayu masih bertengger di peringkat 24 di antara 27 kota dan kabupaten di Jawa Barat. Setingkat lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten tetangga, yaitu Majalengka. Oleh karenanya, keberadaan komunitas-komunitas saya rasa dapat membawa angin segar dalam percepatan IPM di Kabupaten Indramayu. 

Sekarang, setelah meluangkan lebih banyak waktu di Kota Mangga ini, saya lebih paham. Terlepas dari masih banyaknya anggapan miring tentang Kota Minyak ini, saya tahu, banyak sekali potensi kebaikan yang sedang bersama-sama diusung oleh anak-anak muda Indramayu. 






Ditulis malam hari,
setelah sesiang tadi berdiskusi tentang masalah sosial di Indramayu.
Mungkin ini sedikit sanggahan terhadap diskusi siang tadi. :)

14 Maret 2016

Sumber data statistik: BPS Jabar



Comments

Doel said…
Pembangunan fisik sama pembangunan manusia agak timpang. Meski kedua-duanya butuh anggaran, tapi pembangunan manusia lebih butuh teladan :) hal terakhir yang kurang dimiliki oleh warga Indramayu.
rudirustiadi said…
saya pernah nih ke sini,, hehehe.. keren, keren!
Unknown said…
@Bang Doel: Yup.. Mungkin kita dulu yg mesti jadi teladan (?)

@Bang Rudi: Kapan main ke sini lagi?
BUDY JULLIANTO said…
oh Indramayu itu kota mangga ya sebutannya? baru tau hehehe

Popular posts from this blog

Ketika Dolly Ditutup

10 Buku Ini...

Cirebon #2 : Sunyi di Sunyaragi