Rumahku Rumah Dunia
Rumahku rumah dunia, kubangun dengan kata-kata.
Inikah Serang itu? Pukul 16.00 WIB. Hawa panas langsung menyambut begitu saya turun dari bis Armada yang mengantar saya dari Bandung menuju Terminal Pakupatan Serang. Sengatan hawa panas kontras sekali dengan hembusan angin dari air conditioner yang empat jam tadi menghibur saya di bis. Tak saya sangka, Serang begitu mirip udaranya dengan Indramayu!
Tujuan saya hari itu adalah Rumah Dunia. Ingin rasanya bisa cepat sampai di sana, namun rasanya tak ada salahnya juga bila beristirahat dulu sejenak di masjid terminal, siapa tahu bisa bertanya ke warga sekitar tentang rute angkutan kota yang bisa saya naiki agar sampai di Rumah Dunia dengan selamat. Saya menemui seorang bapak penjaga tempat penitipan barang di salah satu sisi masjid. Dari cara bapak tersebut berbincang dan dari logat bicaranya, sepertinya saya cukup merasa familiar.
Hanya beberapa menit saja rupanya jarak dari Terminal Pakupatan menuju Rumah Dunia dengan bantuan ojeg yang bisa dengan mudah dicari di terminal. Dan ya, tak saya sangka, saya bisa sampai di sana.
Sore kian beranjak, mengantar matahari yang mungkin sebenarnya ingin singgah lebih lama.
"Ini Rumah Dunia!" ujar supir ojeg yang mengantar saya. Saya terpaku menatap. Di hadapan saya berdiri sebuah bangunan sederhana dengan atap ilalang. Anak-anak tampak asyik bermain bulu tangkis, sebagian bermain perosotan, bola dan layang-layang.
Melihat pemandangan seperti itu, entah kenapa otak saya langsung menyimpulkan bahwa Rumah Dunia memang betul terlihat seperti namanya. Terletak di Komplek Hegar Alam, Ciloang Kota Serang Provinsi Banten, ternyata sanggup membuat saya tidak merasa asing. Suasana khas kampung membuat saya teringat rumah. Di titik ini saya sepakat dengan apa yang pernah Mbak Windy ucapkan dalam salah satu bukunya, Life Traveler : di tempat yang asing sekalipun, kita dapat menemukan rumah. Inilah rumah itu : Rumah Dunia.
Saya bertemu dengan Bang Jack Alawi, salah satu relawan Rumah Dunia dan obrolanpun langsung mengalir di warung sederhana yang terletak di depan Rumah Dunia. Saya menjadi tahu mengapa sedari tadi saya begitu merasa ada di rumah. Kesamaan bahasa daerah, wangi pesisir, teriknya udara... ternyata cukup untuk membuat saya merasa ada di rumah. Namun lebih dari itu, ternyata ada tautan sejarah antara Cirebon dan Banten, yang pada akhirnya membuat dua daerah ini menjadi saudara.
Ah, Rumah Dunia. Sebuah rumah budaya yang diinisiasi oleh Gol A Gong bersama istrinya, Tias Tatanka, pada tahun 2002 dengan mimpi membangun peradaban melalui buku. Jadi jangan heran bila terdapat banyak buku di sini. Sebagai rumah budaya, Rumah Dunia banyak sekali mengadakan kegiatan, segala hal terkait literasi bisa diperoleh di sini. Terdapat beberapa panggung untuk kegiatan monolog atau pementasan lainnya. Kini, Rumah Dunia tengah membangun impian yang lebih besar lagi. Rumah Dunia sedang mengadakan perluasan, agar dapat menampung lebih banyak lagi ilmu untuk bisa ditularkan.
Ah, Rumah Dunia... kelak, saya akan pulang lagi ke sana.
Rumah Dunia, 8-10 Februari 2013
Sore kian beranjak, mengantar matahari yang mungkin sebenarnya ingin singgah lebih lama.
"Ini Rumah Dunia!" ujar supir ojeg yang mengantar saya. Saya terpaku menatap. Di hadapan saya berdiri sebuah bangunan sederhana dengan atap ilalang. Anak-anak tampak asyik bermain bulu tangkis, sebagian bermain perosotan, bola dan layang-layang.
Melihat pemandangan seperti itu, entah kenapa otak saya langsung menyimpulkan bahwa Rumah Dunia memang betul terlihat seperti namanya. Terletak di Komplek Hegar Alam, Ciloang Kota Serang Provinsi Banten, ternyata sanggup membuat saya tidak merasa asing. Suasana khas kampung membuat saya teringat rumah. Di titik ini saya sepakat dengan apa yang pernah Mbak Windy ucapkan dalam salah satu bukunya, Life Traveler : di tempat yang asing sekalipun, kita dapat menemukan rumah. Inilah rumah itu : Rumah Dunia.
Saya bertemu dengan Bang Jack Alawi, salah satu relawan Rumah Dunia dan obrolanpun langsung mengalir di warung sederhana yang terletak di depan Rumah Dunia. Saya menjadi tahu mengapa sedari tadi saya begitu merasa ada di rumah. Kesamaan bahasa daerah, wangi pesisir, teriknya udara... ternyata cukup untuk membuat saya merasa ada di rumah. Namun lebih dari itu, ternyata ada tautan sejarah antara Cirebon dan Banten, yang pada akhirnya membuat dua daerah ini menjadi saudara.
Ah, Rumah Dunia. Sebuah rumah budaya yang diinisiasi oleh Gol A Gong bersama istrinya, Tias Tatanka, pada tahun 2002 dengan mimpi membangun peradaban melalui buku. Jadi jangan heran bila terdapat banyak buku di sini. Sebagai rumah budaya, Rumah Dunia banyak sekali mengadakan kegiatan, segala hal terkait literasi bisa diperoleh di sini. Terdapat beberapa panggung untuk kegiatan monolog atau pementasan lainnya. Kini, Rumah Dunia tengah membangun impian yang lebih besar lagi. Rumah Dunia sedang mengadakan perluasan, agar dapat menampung lebih banyak lagi ilmu untuk bisa ditularkan.
Ah, Rumah Dunia... kelak, saya akan pulang lagi ke sana.
Rumah Dunia, 8-10 Februari 2013
Rumah Dunia yang "mengumpulkan" dunia |
Comments