Namanya Gendis
Gendis, artinya gula. Sejak dulu, saya menyukai kata itu. Kalau diingat-ingat, mungkin sejak sekolah dasar, ketika pertama kali mengenal kata benda dalam pelajaran bahasa Indramayu. Kata tersebut memiliki arti yang sama pula dalam bahasa Jawa, mungkin karena akar bahasa Indramayu adalah bahasa Jawa. Mungkin.
Beberapa waktu ini, kata 'gendis' menjadi booming di antara teman-teman saya. Apa pasal? Sejak sebuah tweet mampir di akun twitter saya pertengahan Januari lalu, Gendis kontan menjadi bagian dari orang banyak.
Gendis. Saya melahirkannya tiga bulan yang lalu. Ia kemudian saya perkenalkan di blog, yang beberapa hari kemudian saya cut sebagian isinya. Kata teman, itu lebih aman untuk sebuah karya. Gendis kemudian bertumbuh dan pergi jauh. Saya sudah lama tidak mengenal kabarnya hingga hari itu tiba.
Firasat seorang ibu mungkin. Hari itu saya berniat membeli majalah Janna, sudah menyentuhnya di rak salah satu toko buku, namun akhirnya urung dibeli. Alasannya sederhana saja, saya dapat langganan gratis majalah itu setahun karena ikut kuis, jadi tinggal menunggu saja sampai majalahnya hadir di pintu kostan. Hanya selang dua hari sepertinya, ketika saya membaca tweet yang masuk ke akun twitter saya. Orang yang tidak dikenal, namun isi tweet tersebut ternyata mengabarkan tentang 'anak' saya, Gendis. Katanya, Gendis ada di majalah Janna.
Setengah amaze, saya mencari majalah tersebut. Mudah-mudahan di toko buku masih ada, mengingat majalah tersebut agak sulit didapat. Dan memang benar, Gendis mejeng di sana. Duh, anakku... kau membuat ibumu ini terharu.
Gendis, sampai sini saja saya mengantarkanmu. Kini, engkau bukan milik saya lagi. Berkelana lah, dan sampaikan ceritamu pada mereka.
![]() |
sumber : Majalah Janna. Sssttt... ilustrasinya oke juga :) |
Comments