Jeda

Ada yang menjadi indah selepas jeda yang berjalan sekian lama.

Kemarin, sewaktu saya membuka kembali lembar-lembar tulisan di blog ini, saya menemukan sebuah tulisan. Sudah hampir setahun berlalu sejak tulisan itu saya buat. Sebetulnya, itu adalah sebuah surat untuk seorang sahabat, tapi saya tak pernah memberinya celah untuk tahu. Namun kemarin, tiba-tiba saja ada energi yang menguap keluar dan meminta saya untuk memberitahunya tentang surat itu. Tulisan itu, bisa dibaca di sini .

Saya menyapanya di twitter, memintanya singgah sejenak di tulisan itu. Tidak ada tendensi apa-apa sebetulnya. Saya hanya sudah lama tak membagi keceriaan bersamanya. Terakhir kali bertegur sapa adalah dua pekan lalu, ketika ia mengajak untuk naik Gunung Gede Pangrango. Mungkin, saya sedang merasai rindu. Atau mungkin juga, sudah saatnya ia membaca apa yang saya tulis itu.

Hingga pagi tadi, saya tak punya firasat apa-apa sampai ia mengirim sesuatu di wall facebook saya. Begini isinya,

heh.. intan jelek.. lu lebay banget ya ternyata. jahat banget. pagi-pagi buka internet udah baca tulisanmu itu. mana udah lama lagi #sial mana si gue lagi sensi lagi. ah parah banget! mana di kantor lagi.

lagian emang gue mau kemana sampe kamu ngasih tulisan itu sekarang-sekarang, hah? gue jadi ngerasa jadi orang paling jahat dan paling egois sedunia akhirat-lah. gak biasa-biasanya gue nulis langsung di wall orang gini. tapi pengecualian buatmu kali ini. hadoh.. speechless lah gue, nyebeliiinnn
— meh .


Agak terkejut saya membacanya. Terkejut beberapa detik saja karena di detik selanjutnya, sudah ada senyum yang mampir di wajah saya. Ah, rasanya rindu itu semakin menggebu saja! Tak pernah ada yang seberani itu menulis di laman facebook saya. Terakhir kali yang mengata-ngatai saya jelek atau beragam julukan lainnya itu adalah Dedi, kawan saya semenjak SMA. Atau Sihab, kawan dari Unpad yang memang suka meledek. Maka, saya tak pernah ambil pusing seandainya dia mengirimkan kata-kata seperti itu, karena dia adalah kawan karib saya.

Intinya, saya dan kawan saya yang menulis pada dinding facebook itu dulu dekat sekali sebelum akhirnya ada masalah yang terjadi di antara kami. Ia pergi tanpa perpisahan yang indah. Hal ini ternyata diungkapkannya di laman Kompasiana di sini . Kontan, saya jadi terkejut membaca isi hatinya beberapa bulan lalu itu. Dan, akhirnya saya mengerti sesuatu.

Tuhan, terima kasih sudah meminta saya untuk memberitahunya tentang apa yang saya tulis di blog. Karena dengan begitu, saya jadi tahu apa yang mengganjal di hatinya tentang pertemanan kami.

Saat ini, kami kembali menjadi dua karib yang berusaha meluangkan waktu untuk bersama-sama lagi. Entah siapa yang memulai kembali jalinan ini setelah beberapa waktu saling dirundung rindu. Tapi untuk itu, saya bersyukur. Saya kembali menemukan kawan, orang yang berkata apa adanya tentang saya. 

Kadang harus ada hal yang pahit untuk bisa memaknai manis.
Kadang kita mungkin hanya butuh waktu.
Kadang hal-hal indah terjadi di mula dan di akhir, tak mesti harus indah pula di tengah.

Karena persahabatan, bukan tentang yang lalu atau yang kini. Ia abadi meski telah tiada. Ia terasa meski tak bersama.



Ah, bahkan di jeda waktu yang membuat kita bisu itu, kuletakkan foto kita di meja kerja itu.

Comments

lia falsista said…
jujur, diriku nangis.
Persahabatan yang kita anggap bagian terpenting itu, harus berjeda karena ego.
Beruntung, teh Intan bisa kembali sama sahabat teteh.
Saya, punya orang yang benar-benar saya sayangi sebagai sahabat, justru memberikan trauma yang besar, untuk mempercayai orang sebagai sahabat. bahkan, bertemanpun, sekarang saya lebih memilih (dalam artian, suka berbaur dan berteman dengan siapapun, tapi hati-hati kalau untuk berbagi tentang kehidupan pribadi)

dan keadaannya, ampe sekarang, malah gak ada perubahan membaik.
walau kita gak temenan lagi di facebook, dia kadang suka ng-like postingan saya. Saya juga gak munafik, suka ngecek perkembangan hidup dia.
Unknown said…
masih belum mengerti apa permasalahannya...antara kau dan dia (sahabatmu) #gagalpaham tapi ost yang pas adalah lagu "Belum Ada Judul" by Iwan Fals
Unknown said…
waww... kalau ada kesempatan li, segera sapa dia lagi. lukanya pasti ada, bekasnya bakal tetep nempel. tp ada kehangatan besar kalau kita bisa balikan lagi. *sotoy*
Unknown said…
mampir doang juga udah syukur :p
Unknown said…
kadang kita cuma cukup untuk tahu, bukan mengerti

Popular posts from this blog

Yang Masih Anak-Anak, Yang Bijaksana [Catatan Perjalanan Krakatau : 4]

Trip to Have Fun with Kids

Indramayu dan Potensi Kebaikan