Lonely
Ketika kamu kesepian, kamu sepenuhnya kesepian.
Pekerjaan yang menumpuk nyatanya membuat saya sering lupa, bahwa banyak orang yang harusnya saya sapa atau saya balas pesannya. Suatu hari, seorang kakak tingkat semasa kuliah mengirim pesan whatsapp:
"Intaaaan... main yuuk! Aku stress, butuh pelarian."
Sama. Saya juga sedang stress lantaran berhari-hari tidur lepas tengah malam, di atas karpet yang langsung bersentuhan dengan lantai, tidak pernah pulang ke kosan selain untuk mengganti baju. Dan akhirnya saya hanya bisa menolak ajakan main itu sambil melirik tumpukan berkas yang perlu dikerjakan.
Begitulah. Rasanya semenjak November tahun lalu, fokus saya hanya dua: kantor dan BBC yang sekarang sedang berkembang cukup pesat. Lainnya? Saya lupa kapan terakhir kali bisa berleha-leha di hari Minggu dan kapan terakhir kali memanggul ransel untuk bertualang.
Tapi rasanya, hidup ini jadi begitu sepi ketika setiap pagi yang saya lihat pertama kali adalah hal yang sama seperti yang saya lihat kemarin, atau dua hari lalu, atau tiga hari lalu. Rasanya sepi ketika orang yang saya ajak bicara adalah orang yang sama seperti berhari-hari lalu. Rasanya sepi ketika menyadari, betapa lama saya sudah lama tidak keluar, sekedar melihat lalu lalang kendaraan di depan kantor.
Dan saya memang kesepian. Sepenuhnya kesepian.
Sampai pesan itu datang di whatsapp suatu pagi. Sampai seorang kawan mengabari ia sedang berkunjung ke Bandung dan minta diantar ke Alun-Alun Bandung. Sampai sebuah mention di twitter mengingatkan saya kalau saya punya janji makan tteokbokki setelah gajian.
Rasanya, kita tidak akan pernah merasa benar-benar kesepian kalau kita meluangkan waktu sebentar saja untuk sekedar menyapa dan membalas pesan. Dan rasanya saya harus melakukannya setelah ini.
Senang rasanya punya kalian, yang masih mau menyapa saya yang sering kelewat cuek dan asyik dengan dunia sendiri. Gomawoyo, uri chingu!
Comments